Manuver Politisi Disuntik Vaksin Nusantara Terawan Yang Tak Miliki Izin BPOM

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Rabu, 14 April 2021
Manuver Politisi Disuntik Vaksin Nusantara Terawan Yang Tak Miliki Izin BPOM
Vaksinasi COVID-19. (Foto: Sekretariat Presiden)

Beberapa Politisi Senayan akhirnya memilih divaksin dengan menggunakan vaksin yang diberi label Nusantara dan dipromosikan oleh Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Rabu (14/4).

Padahal, vaksin ini belum diberikan BPOM belum mengeluarkan izin Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II untuk vaksin Nusantara dan berbeda dengan vaksin Sinovac yang harus mengunggu izin penggunaan darurat atau emergency use authorization setelah dilakukan uji klinis di Bandung, Jawa Barat dan menunggu sertifikat halal MUI.

Selain itu, vaksin merah putih yang beberapa bulan ini masih dikembangkan belum bisa digunakan atau dapat izin BPOM. Vaksin Nusantara dengan dukungan perusahaan Amerika Serikat dan mantan menteri ini, mewarnai perpolitikan Indonesia yang terlihat sejak rapat-rapat para politisi dengan BPOM.

Baca Juga:

Dinkes Solo Tetap Jalankan Perintah Gibran Kebut Vaksinasi Corona di Bulan Puasa

Para politisi, beberapa kali secara terangan-terangan meminta BPOM mengeluarkan izinnya. Akhirnya, walaupun tanpa izin dari BPOM, para politisi ikut disuntik seperti Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay, dengan alasan jika vaksinasi dilakukan terbatas sehingga tidak melanggar aturan.

Bukan hanya politisi PAN yang disuntik, politisi PDIP Adian Napitupulu juga merasakan vaksin nusantara. Alasanya, ia memiliki penyakit penyerta jantung dan vaksin lain pun memiliki dampak dan dirinya ogah memikirkan pro dan kontra vaksin tersebut.

"Bagaimanpun juga tubuh saya dan keluaga saya adalah tanggung jawab saya. Mau BPOM pro kontra segala macam pro kontra saya gak mau ikut campur di situ," ungkapnya di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (14/4).

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyarankan tim peneliti vaksin Nusantara mengikuti prosedur uji klinis yang berlaku dan arahan Badan Pangawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menjamin vaksin aman, berkhasiat dan bermutu karena BPOM mewakili negara yang diberi amanah dan wewenang yang memberi jaminan keamanan, kualitas dan efikasi vaksin melalui proses penilaian terhadap setiap tahapan uji klinis vaksin.

Bagi IDI, wajib semua penelitian obat atau vaksin harus mengikuti prosedur standar uji klinis. Semua tahapan uji klinis yakni fase 1, 2 dan 3 harus diikuti. Jika fase 1 belum dinyatakan memenuhi syarat, maka peneliti seharusmya memperbaharui dan memperbaiki uji klinis fase 1.

"Jangan melangkah ke fase selanjutnya," Ketua Umum Pengurus Besar IDI dr. Daeng Mohammad Faqih dikutip Antara.

Vaksinasi
Vaksinasi. (Foto: Sekretariat Presiden)

"Vaksin boleh digunakan kalau ada izin edar atau izin emergency use (otorisasi penggunaan darurat) dari otoritas BPOM. Kalau belum ada, tidak bisa dan tidak boleh digunakan," ujarnya.

BPOM menilai tim peneliti vaksin Nusantara harus memenuhi syarat atau kaidah ilmiah antara lain Cara Uji Klinik yang Baik (Good Clinical Practical), Bukti Konsep (Proof of Concept), Praktik Laboratorium Kesehatan yang Benar (Good Laboratory Practice), dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice).

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Jakarta Erlina Burhan menanggapi anggota DPR menggunakan vaksin Nusantara. Padahal, pemberian ini menjadi riskan jika menggunakan vaksin yang belum terbukti efikasi dan keamanannya berdasarkan kaidah ilmiah.

"Seperti vaksin-vaksin yang lain juga sampai fase 3 baru bisa boleh dipakai untuk masyarakat, nah ini (vaksin Nusantara) kan belum, jadi menurut saya sangat riskan ya memakai suatu vaksin yang belum jelas bukti efikasinya dan juga keamanannya," kata Erlina dikutip Antara.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan, pihaknya tidak pilih kasih terkait uji klinis vaksin apapun termasuk vaksin Nusantara. Bahkan, mendukung berbagai pengembangan vaksin asalkan memenuhi kaidah ilmiah untuk menjamin vaksin aman, berkhasiat, dan bermutu dan melakukan pendampingan.

Tetapi, vaksin Nusantara belum bisa lanjut ke tahap uji klinis selanjutnya karena beberapa syarat belum terpenuhi diantaranya Cara Uji Klinik yang Baik (Good Clinical Practical), Proof of Concept, Good Laboratory Practice dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice).

BPOM menegasan, sudah melakukan inspeksi terkait vaksin Nusantara. Namun, jika ada pelaksanaan uji klinik yang tidak memenuhi standar-standar atau tahapan-tahapan ilmiah yang dipersyaratkan, maka akan mengalami masalah dan tidak bisa lanjut ke proses berikutnya.

Menkes Terawan
Menkes Terawan. (Foto: Antara)

"Tahapan-tahapan tersebut tidak bisa diabaikan, dan pengabaian itu sangat banyak sekali aspeknya di dalam pelaksanaan uji klinik dari fase 1 dari vaksin dendritik. Dan itu sudah disampaikan kepada tim peneliti tentunya untuk komitmen adanya corrective action, preventive action yang sudah seharusnya diberikan dari awal tapi selalu diabaikan tetap tidak bisa nanti kembali lagi ke belakang," ujarnya.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Leon Alvinda Putra mengingatkan, jangan ada politisasi vaksin COVID-19. Wakil rakyat dari Komisi Kesehatan DPR seharusnya bisa memahami dengan utuh bahwa vaksin itu berbasis sainstifik dan berisiko sehingga sangat ketat pengaturannya.

"Kami meminta jangan sampai ada manuver atau politisasi yang cenderung membabi buta dari para wakil rakyat di Senayan terhadap Vaksin Nusantara. Sikap BPOM yang tetap memegang teguh peraturan harus didukung oleh semua pihak," kata Leon. (Pon)

Baca Juga:

Pemkot Bandung Genjot Vaksinasi COVID-19 Kepada Guru

#Vaksinasi #Vaksin Covid-19 #Vaksin Palsu #Vaksin Halal
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan