Maju di Pilwalkot Solo, Kelompok Menengah Atas Persoalkan Gibran Bagian Dinasti Politik

Zulfikar SyZulfikar Sy - Jumat, 28 Agustus 2020
Maju di Pilwalkot Solo, Kelompok Menengah Atas Persoalkan Gibran Bagian Dinasti Politik
Gibran Rakabuming (kedua kanan) saat bersama Presiden Jokowi saat bertemu wartawan. (Foto: MP/Ismail)

MerahPutih.com - Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai bahwa isu tentang politik dinasti di Pilwakot Solo 2020 mengefek kepada Gibran Rakabuming Raka yang notabane adalah putra bungsu Presiden Joko Widodo.

Menurut Karyono, hanya kelas tertentu yang mempersoalkan isu dinasti itu.

Kelompok ini adalah mereka yang merupakan kalangan kelas menengah ke atas, kemudian kalangan kritis seperti orang yang berpendidikan tinggi misalnya. Sementara kelompok tersebut, dikatakan Karyono jumlahnya juga terbilang sedikit.

Baca Juga:

Gibran Sedih Muenchen Juara Liga Champions

“Kelas menengah ke atas yang populasinya kecil ini yang mempersoalkan dinasti. Pertanyaannya berapa sih jumlah populasi kalangan ini,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (28/8).

Di sisi lain, ia mengatakan bahwa sebetulnya politik dinasti sah di dalam regulasi di Indonesia.

“Di aspek yuridis menyatakan tidak ada larangan. MK membatalkan frasa di UU Pilkada, tentang pasal yang membatasi calon kepala daerah yang punya hubungan kekerabatan. Ini karena dipandang bertentangan dengan UUD dan HAM. Karena setiap warga negara punya hak yang sama di mata hukum untuk memilih dan dipilih,” jelasnya.

Karyono juga mendorong agar politik dinasti yang tengah dialamatkan di dalam agenda Pilkada Solo tidak perlu dijadikan komoditas politik untuk mendowngrade pasangan calon tertentu. Apalagi karena di dalam kontestasi politik elektoral, undang-undang pun tidak melarangnya.

Hanya saja, ia memberikan masukan agar persoalan politik dinasti ini dapat dicerahkan dengan beberapa aspek edukatif. Salah satunya adalah bagaimana agar politik dinasti tidak justru bermutasi menjadi perilaku penyelewengan kekuasaan (abuse of power) apalagi sampai masuk ke oligarki dan kartel.

“Jadi yang harus dilakukan adalah mengedukasi. Yang membahayakan kalau politik dinasti bermutasi jadi oligarki dan kartel. Tapi di UU tidak melarang politik dinasti itu,” ucapnya.

Gibran Rakabuming Raka (kanan). (Foto: MP/Ismail)
Gibran Rakabuming Raka (kanan). (Foto: MP/Ismail)

Ia juga menilai bahwa isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) di Pilkada Surakarta 2020 tidak akan berhasil jika dilakukan untuk melakukan manuver pasangan calon tertentu.

“Isu SARA di sana apakah bisa mendowngrade Gibran?. Keduanya sama-sama Muslim, baik Gibran maupun Teguh,” kata Karyono.

Sementara di Solo sendiri, masyarakat yang beragama Islam menjadi mayoritas, sehingga potensi untuk terjadinya gesekan konflik rasial untuk mengisi kontestasi politik elektoral sulit tersulut di Solo.

“Lebih dari 80 persen penduduk di sana muslim. Jadi muslim mayoritas, sehingga isu SARA tidak terlalu signifikan mempengaruhi pemilih di sana,” ujarnya.

Selain itu, masyarakat Solo yang tergolong moderat juga menjadi salah satu faktor mengapa pilkada di sana tidak terlalu signifikan jika harus mengangkat isu sentimen SARA.

“Faktor pertimbangan SARA di Solo itu tidak menjadi isu penting di sana, karena mayoritas masyarakatnya moderat. Perbedaan latar belakang agama suku itu bukan menjadi persoalan yang harus dipertentangkan,” jelasnya.

Baca Juga:

Pemilih Militan Gibran 32, 6 Persen, IPI: Istilahnya 'Biar Gepeng Nderek Banteng'

Maka dari itu, Karyono pun menyarankan agar tim sukses masing-masing pasangan calon tidak menggunakan isu dengan sentimen SARA di dalam menggalang dukungan, termasuk untuk menurunkan elektabilitas lawan politik.

“Jika ada kelompok atau pasangan tertentu yang pakai isu SARA maka tidak relevan. Karakter masyarakat di sana tidak mempersoalkan latar belakang SARA,” tuturnya.

Lalu bagaimana jika seandainya ada sekelompok masyarakat atau pasangan calon yang menggunakan narasi pro dan kontra terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI).

Karyono menilai isu tersebut juga tidak berguna pula di Pilkada Solo. Pun jika harus dikeluarkan, maka akan percuma saja karena tidak ada dampak yang signifikan sama sekali nantinya.

“Isu komunisme pengaruhnya sangat kecil. Isu komunis kerap dijadikan komoditas politik untuk mendowngrade Pak Jokowi misalnya, di isu Pilkada 2014 dan Pilpres 2019. Bahkan yang suka diserang isu PKI seperti PDIP bahkan suka menang tuh. Jadi isu komunisme kecil pengaruhnya,” papar Karyono. (Knu)

Baca Juga:

Ditanya Kesiapan Berdisiplin Sekolah Partai PDIP, Gibran Bilang Siap Push Up

#Gibran Rakabuming #Politik Dinasti
Bagikan
Ditulis Oleh

Zulfikar Sy

Tukang sihir
Bagikan