PENELITI senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS Dr Ir Amien Widodo MSi mengatakan lumbur Siduarjo memiliki kandungan lihium, salah satu Critical Raw Materials (CRMs) atau material kritis.
"Lithium tersebut merupakan material kritis, sebab memang sulit diperoleh dan tidak memiliki pengganti, namun memiliki manfaat yang besar," terang Amien saat dikonfirmasi, Kamis (03/02).
Ia menambahkan, material kritis ini sangat diperlukan untuk pengembangan energi hijau. Sebab sesuai kebijakan pemerintah untuk pengembangan energi hijau yakni percepatan produksi kendaraan listrik. Untuk itu, produksi massal baterai pun dilakukan.
Baca juga:
Kendati Indonesia memiliki 25 persen cadangan nikel dunia untuk bahan baku pembuatan baterai, dipastikan membutuhkan lithium. Namun sayangnya hingga kini masih belum ditemukan lokasi penambangan yang menjanjikan.
“Penemuan potensi kandungan lithium di lumpur Sidoarjo kini menjadi kabar baik. Yang pasti sangat luar biasa jika kita bisa memanfaatkannya,” ungkpanya.

Menurut Amien, sebelumnya Pusat Studi Kebumian dan Bencana (sekarang Puslit MKPI) ITS mengkaji kandungan lithium dalam air lumpur Sidoarjo sejak tahun 2016.
"Kajian ini dilakukan dengan adsorbsi lithium dari lumpur Sidoarjo menggunakan adsorben berbasis Lithium Mangan Oksida (LMO). Adsorben ini berstruktur kristal spinel yang mampu menyerap lithium. Alhasil, uji tersebut menunjukkan kandungan lithium berkadar 7 hingga 15 bagian per juta," paparnya.
Baca juga:
Penelitian serupa juga dilakukan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020 menggunakan teknik Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Teknik analisis ini untuk menentukan komposisi unsur dari berbagai logam. Hasilnya, dari diperoleh lithium berkadar 99,26 hingga 280,46 bagian per juta dan stronsium dengan kadar 255,44 hingga 650,49 bagian per juta.

“Memang nampak perbedaan signifikan di antara keduanya. Untuk itu kami mengambil sampel berupa air lumpur, sedangkan Badan Geologi meneliti pada lumpurnya,” tuturnya.
Data yang ada saat ini, lanjutnya, masih dari hasil penelitian awal dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Ia berharap agar pihak ITS turut dilibatkan Badan Geologi maupun pemerintah.
“Dengan demikian kami bisa belajar banyak terkait cara eksplorasi dan eksploitasi logam tanah jarang dan material kritis,” pungkasnya. (Andhika Eldon/Jawa Timur)
Baca juga: