Lumpuh Usai Divaksin, Guru Honor di Sukabumi Dinilai Tidak Terbukti KIPI

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Selasa, 04 Mei 2021
Lumpuh Usai Divaksin, Guru Honor di Sukabumi Dinilai Tidak Terbukti KIPI
Vaksinasi di Bandung. (Foto: Humas Kota Bandung)

MerahPutih.com - Guru honorer, Susan Antela (31), peserta vaksinasi COVID-19 asal Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengalami kelumpuhan dan buram penglihatan, setelah mengikuti program vaksinasi COVID-19.

Semula, Susan diduga mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) berat. Namun setelah diselidiki oleh Komite Daerah (Komda) KIPI Jawa Barat, dugaan KIPI berat itu dinyatakan tidak terbukti berhubungan dengan vaksin.

Susan didiagnosa menderita Guillain-Barre Syndrome atau GBS yang merupakan penyakit saraf yang jarang ditemukan.

Ketua Komda KIPI Jabar Dr Prof Kusnandi Rusmil mengatakan, berdasarkan hasil audit Komnas KIPI 30 April 2021, setelah menjalani perawatan dan rangkaian pemeriksaaan dengan CT Scan torax (dada), darah dan saraf, SA diagnosa GDS.

Baca Juga:

Guru Honor Alami Kelumpuhan Usai Vaksinasi, Tim Lakukan Investigasi KIPI

"Hasil audit Komnas KIPI, SA 31 tahun wanita mengalami keluhan mata buram dan kelemahan anggota gerak. Mata buram perlahan 12 jam pasca imunisasi, dilakukan rujukan ke RS selama 23 hari dari 1 April 23 April. SA sudah menjalani CT scan torax, darah dan fungsi sarafnya dan didiagnosa GBS,”ujar Kusnandi dalam jumpa pers virtual, Senin (3/5).

Saat ini, lanjut Kusnandi, kondisi Susan sudah membaik. Penglihatanya sudah berangsur membaik, dan minggu depan akan kembali kontrol.

Kusnandi menegaskan, masih dari hasil audit Komnas KIPI, saat ini belum ditemukan bukti yang kuat mengenai keluhan gejala klinis Susan terkait vaksin berdasarkan dari hasil surveilen KIPI dan Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK).

Sampai 21 April 2021, sudah 20 juta dosis vaksin diberikan pada warga Indonesia dan tidak ditemukan keluhan gejala klinis serupa yang dilaporkan, termasuk dari uji klinis vaksin COVID-19 tahap 1-3.

“Kesimpulannya belum cukup bukti untuk menyatakan antara hubungan mata buram dan kelemahan anggota gerak dengan vaksinasi COVID-19,” ucap dia membacakan surat dari Komnas KIPI yang ditandatangani oleh Ketua Komnas KIPI Prof dr Hindra Irawan Satari.

Kusnadi mengatakan, Susan sudah terinfeksi virus penyebab GBS dua minggu sebelum vaksin tanpa gejala apapun sehingga tidak terdeteksi saat skrining sebelum pemaksinan. Buramnya penglihatan dan juga lemahnya anggota gerak secara kebetulan terjadi usai mendapatkan vaksin.

Menurut dia, Susan mendapatkan imunisasi atau tidak, dampak terinfeksi virus penyebab GBS akan terjadi seperti yang dialami saat ini yaitu buramnya penglihatan dan lemahnya anggota gerak.

"Kalau ada reaksi vaksin yang berat itu dari 1 juta orang yang divaksinasi hanya satu orang yang mengalami tapi itu masih bisa disokong yang lainnya dan terlindungi. Namun efek samping tersebut sangat kecil dibanding dengan manfaat yang akan dirasakan dengan diimunisasi, yaitu lebih banyak keuntungannya,” tutur Kusnandi.

Dewi Hawani, dokter spesialisasi syaraf mengatakan, GBS disebakan oleh virus, bakteri pada proses imunologis yang terjadi 2-4 minggu sebelum terjadinya gejala. GBS merupakan penyakit autoimun. Awalnya infeksi virus atau bakteri yang menyerang tubuh seseorang tapi virus bakteri ini tidak langsung merusak syaraf tapi ternyata proses autoimun.

“Sel saraf motorik dan mata pada pasien selnya itu berubah jadi sel bakteri sehingga dikenali oleh sistem imun kita sebagai zat yang harus dimusnahkan maka gejala sistem imun sendiri yang menyerang sel syaraf akibat terinfeksi oleh virus atau bakteri sehingga bukan infeksi langsung tapi akibat proses imunologi yang salah. Memang yang paling sering kelumpuhan tungkai tangan dan yang berat itu kalau ke otot pernafasan,” ucap dia.

Ketua Komda KIPI Jabar Dr Prof Kusnandi Rusmil. (Foto:  Satgas COVID-19 Jabar)
Ketua Komda KIPI Jabar Dr Prof Kusnandi Rusmil. (Foto: Satgas COVID-19 Jabar)

Selebihnya, Susan saat ini kondisinya mulai membaik dan bukan mustahil untuk bisa disembukan. Saat ini gerakan tangan Susan sudah menunjukan perbaikan, sudah bisa memijat. Namun untuk kaki belum maksimal. Susan masih harus menjalani fisioterapi untuk mengembalikan fungsi motoriknya.

“Untuk fisioterapi sendiri kami akan memfasilitasi di RS Pelabuhan Ratu. Di sana sudah siap dan ada fasilitasnya.Di sana ada spesialis syaraf, mata, fisioterapi, sedangkan rehabilitasi medik ada di Sekarwangi. Proses ini akan membantu penyembuhan SA. Saya laporkan juga di sana untuk obat-obatan SAsudah ada, semoga mempercepat penyembuhan SA,” ucap dr Eni dari Pokja KIPI Kabupaten Sukabumi.

Pihaknya juga akan kordinasi dengan puskesmas untuk dibantu bantu sistem rujukan selanjutnya. Selain itu SA akan selalu dipantau dan diterapi oleh tim RS Pelabuhan Ratu. (Iman Ha/Jawa Barat)

Baca Juga:

Pekerja Asing Pemegang Kitas dan Kitap Bisa Vaksinasi di Indonesia

#Vaksinasi #Vaksin Covid-19 #COVID-19 #Vaksin Tiongkok #Kemenkes
Bagikan
Bagikan