MerahPutih.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan lebih dari sebulan ditugasi oleh Presiden Joko Widodo untuk menangani COVID-19.
Luhut mengakui, ada ketidaksesuaian data kesehatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ia melihat masih banyak yang perlu dibenahi dari sistem manajemen kesehatan di Indonesia, terutama terkait manajemen data.
Beberapa permasalahan itu seperti proses input data hasil laboratorium ke sistem informasi, pemanfaatan data penanganan COVID-19 di daerah.
Baca Juga
"Serta integrasi berbagai aplikasi terkait COVID-19 yang sudah berhasil dikembangkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN maupun swasta," katanya dalam keterangan akun Facebook pribadinya yang dikutip pada Kamis (5/11).
Ia menambahkan, fragmentasi sistem informasi manajemen data yang tidak saling terintegrasi inilah yang menyebabkan ketidaksesuaian data antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Karena kondisi tersebut, purnawirawan Jenderal TNI ini meminta Grup Telkom bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk mengecek beberapa perbaikan manajemen data. Termasuk di dalamnya perbaikan data New All Records (NAR) terkait pencatatan hasil laboratorium orang yang dites PCR.
"Mengapa? Karena ke depannya, “big data” yang akan kita bangun ini akan dimanfaatkan untuk perbaikan manajemen data pasien ke depannya," ujar dia.
Dengan begitu, lanjut Luhut, maka dapat terlihat data berbagai jenis penyakit yang diderita oleh masyarakat Indonesia.
Mulai dari riwayat kesehatan pasien, rekam medis, sampai kebutuhan obat pasien sehingga bisa memperkirakan pabrik obat apa saja yang perlu dibangun untuk persediaan obat di dalam negeri.
Luhut yang merupakan Wakil Komite Kebijakan Penanganan Pengendalian COVID-19 ini juga menyampaikan keinginannya agar big data informasi kesehatan ini bisa terintegrasi dengan BPJS Kesehatan secara baik.
Nantinya, seluruh infrastruktur big data manajemen kesehatan serta fungsi pengelolaannya akan sepenuhnya dipegang oleh Kemenkes.
Ia meminta kepada kedua pihak untuk menyelesaikan integrasi manajemen kesehatan untuk penanganan Covid ini maksimal diselesaikan pada bulan Desember, dengan catatan secara bertahap akan ada beberapa perbaikan yang bersifat minor dan mendesak untuk memperbaiki sistem yang sudah ada.
"Dengan begini, kita sedang mulai mewujudkan reformasi kesehatan di Indonesia, lewat integrasi manajemen data kesehatan berbasis teknologi informasi," sebut fia.
Mertua dari Danpaspampres Mayjen Maruli Simanjuntak ini juga bicara mengenai target jumlah orang yang di tes Indonesia dan percepatan keluarnya hasil tes COVID 19 di Indonesia yang saat ini masih diatas 48 jam.
Ia ingin Pemrrintah terus mengejar standar acuan yang telah ditetapkan WHO, mengingat jumlah orang yang beberapa daerah masih di bawah standar WHO.
Walaupun secara kapasitas laboratorium sebenarnya Indonesia telah mampu memenuhi standar WHO yaitu jumlah tes 1 orang berbanding 1,000 penduduk perminggu dengan positivity rate di bawah 5%.
"Maka dari itulah saya rasa pemeriksaan harus lebih ditargetkan kepada orang yang bergejala, terutama yang berasal dari hasil “tracing”," ungkap dia.
Baca Juga
Kemenag Diminta Transparan Soal Biaya Umrah di Masa Pandemi COVID-19
Ia meyakini, integrasi sistem manajemen data penanganan COVID-19 yang sedang kita kembangkan bersama-sama ini bisa berjalan dengan efektif sehingga bisa menampilkan data yang faktual dan nyata.
"Dengan begitu masyarakat akan mendapatkan informasi yang paling faktual terkait penanganan pandemi di Indonesia, dan pemerintah Indonesia akan punya sistem manajemen kesehatan yang saling terintegrasi dari hulu hingga hilir," tutup Luhut. (Knu)