Legislator PKS Desak Pertamina Atasi Kelangkaan Solar

Andika PratamaAndika Pratama - Minggu, 03 April 2022
Legislator PKS Desak Pertamina Atasi Kelangkaan Solar
Sejumlah truk diparkir saat menunggu pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar yang habis, di SPBU Solok, Sumatera Barat. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/ama.

MerahPutih.com - Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar mulai langka di sejumlah wilayah. Kelangkaan Solar menjadi sorotan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin Ak.

Amin Ak mendesak PT Pertamina (Persero) mengatasi kelangkaan Solar bersubsidi yang terjadi di berbagai daerah.

Baca Juga

Solar Langka, Kodim Jakarta Barat Cokok Bos Penimbun Beromzet Sehari Rp 92 Juta

Hasil pantauan di lapangan, volume solar bersubsidi di sejumlah SPBU di berbagai daerah berkurang hingga separuhnya dalam beberapa hari terakhir. Hal itu menimbulkan antrean truk di mana-mana.

Amin menilai, kelangkaan solar bisa berdampak semakin tingginya harga-harga kebutuhan pokok akibat semakin mahalnya biaya logsitik, apalagi ini menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.

"Roda perekonomian pun mandek dan inflasi pun semakin tinggi akibat meroketnya harga kebutuhan rakyat,” kata Amin kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (2/4).

Kelangkaan solar terjadi setelah melambungnya harga minyak dunia. Amin khawatir, hal itu ada kaitan dengan beratnya beban keuangan Pertamina karena semakin besarnya selisih antara harga subsidi yang ditetapkan pemerintah dengan harga pokok produksi solar.

Pemerintah berkewajiban memberikan kompensasi atas selisih harga bahan bakar minyak yang dibeli Pertamina di pasar global dengan harga jual ke masyarakat.

Baca Juga

Solar Standar Euro IV Wajib Diterapkan di Indonesia Per 1 April 2022

Subsidi harga menjadi kewajiban pemerintah untuk mempertahankan harga tidak naik, yakni Rp 7.650 per liter untuk Pertalite dan Rp5.150 untuk solar subsidi.

Berdasarkan simulasi Ditjen Migas Kementerian ESDM, dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 69 per barel, maka besaran kompensasi kepada Pertamina untuk penjualan Pertalite (RON 90) diproyeksikan mencapai Rp 39,76 triliun per tahun.

Namun terjadi lonjakan harga minyak akibat perang Rusia dan Ukraina berdampak pada lonjakan kompensasi pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) yang diberikan penugasan oleh pemerintah hingga ratusan triliun.

Dengan harga minyak mentah Indonesia (ICP) rata-rata sudah mencapai US$ 90,81 per barel, Amin memperkirakan tekanan terhadap Pertamina akan terus berlanjut.

Amin juga meminta Pertamina dan pemerintah untuk tidak terburu-buru menaikkan harga Pertamax, terlebih dengan kenaikan harga mencapai Rp 16 ribu seperti usulan kementerian ESDM.

Selisih harga yang sangat besar antara Pertamax dan Pertalite, bisa mendorong masyarakat menengah atas mengkonsumsi Pertalite. Pada akhirnya ketersediaan pertalite pun tidak sebanding dengan kebutuhan di lapangan.

Pada saat yang bersamaan, pemerintah sudah memutuskan menghapus bensin premium, maka pada akhirnya rakyat menengah bawah yang paling merasakan dampaknya.

“Jangan sampai rakyat dipaksa menerima harga tinggi, dengan alasan itu lebih baik ketimbang BBM langka seperti yang terjadi pada kasus minyak goreng” sindir Amin.

Amin pun meminta Pertamina tidak mengurangi pasokan atau penyediaan bahan bakar solar dan memastikan tidak adanya penyelewengan solar bersubsidi ke industri, perkebunan, maupun pertambangan.

Menurut Amin, jika memang Pertamina mengalami masalah dengan arus kas perusahaan akibat beban kenaikan harga minyak dunia, solusinya bukan membebani rakyat.

“Karena itu saya mendesak pemerintah agar segera membayar utang kompensasi subsidi BBM sebesar Rp 100 Triliun ke Pertamina. Selain untuk menyehatkan keuangan Pertamina juga mencegah berkurangnya pasokan BBM bersubsidi,” tegas Amin. (Knu)

Baca Juga

Ketua DPD RI Sebut Biang Masalah Solar ada di BPH Migas

#Solar #BBM Bersubsidi
Bagikan
Bagikan