LBH Tegaskan Social Distancing Tak Merata di Seluruh Indonesia

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Rabu, 18 Maret 2020
LBH Tegaskan Social Distancing Tak Merata di Seluruh Indonesia
Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana kritik Omnibus Law (Foto: antaranews)

Merahputih.com - Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) menilai, kebijakan social distancing atau mengambil jarak dari aktivitas sosial yang merupakan upaya pemerintah untuk menekan resiko penularan belum maksimal.

Direktur LBH Jakarta Arif Maulana mengatakan, langkah ini hanya sebatas himbauan dan tidak merata ke seluruh wilayah Indonesia.

Baca Juga:

Tetap Gelar Kongres, Anies Sarankan Partai Demokrat Bawa Dokter

"Pemerintah dinilai tidak serius dan berani mendesak pengusaha agar turut mencegah resiko penularan COVID-19. Padahal pekerja sangat rentan tertular COVID-19 baik dalam perjalanan menuju tempat kerja, di tempat kerja ataupun dalam perjalanan pulang dari tempat kerja," kata Arif dalam keteranganya, Rabu (18/3).

Arif melihat, kondisi di lapangan, buruh tanpa perlindungan harus mempertaruhkan kesehatannya demi memenuhi kebutuhan hidup. Hingga hari ini telah tercatat 172 kasus positif COVID-19 di Indonesia sejak pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 juga meninggal dunia 7 orang pasien positif COVID-19, yang mana kasus kematian pertama diumumkan pada 11 Maret 2020.

"Angka ini jelas menunjukkan kegagalan negara dalam memenuhi hak atas kesehatan warga negara yang dijamin konstitusi, tepatnya Pasal 28H ayat (1) UUD 1945," jelas Arif.

Secara internasional, hak atas kesehatan ini juga dilindungi melalui Pasal 12 ayat (1) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 11 Tahun 2005.

Dirut LBH Jakarta Arif Maulana menilai omnibus law itu produk hukum coba-coba
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana sebut omnibus law itu produk hukum coba-coba (Foto: antaranews)

Pemerintah Pusat perlu mewajibkan social distancing dengan mengkoordinasikan ke seluruh wilayah melalui Pemerintah Daerah dan pengusaha.

"Dalam masa social distancing ini, pemerintah juga wajib memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat baik kelompok pekerja formal, non formal maupun tidak bekerja," jelas dia.

Pemerintah wajib menyediakan akses kesehatan gratis bagi masyarakat untuk memeriksakan diri bilamana mengalami gejala serupa infeksi COVID-19.

Selain itu, DPR RI wajib menjalankan fungsi pengawasannya, dalam hal ini patut mengawasi kebijakan pemerintah dalam mencegah dan menangani COVID-19.

"Pemerintah dan DPR RI bekerja sama untuk memastikan pemenuhan hak atas kesehatan dilaksanakan berdasarkan prinsip partisipasi dan non diskriminasi," jelas dia.

Baca Juga:

Buka Riwayat Perjalanan Pasien Corona Hanya Ciptakan Kepanikan di Masyarakat

Ia mengingatkan Pemerintah dan DPR RI bahwa pemenuhan hak atas kesehatan warga negara sebagai hak dasar manusia lebih penting diutamakan ketimbang mendahulukan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja yang tujuannya hanya untuk mengakomidir kepentingan pengusaha.

Terlebih lagi, salah satu dampak terbesar COVID-19 ini adalah menurunkan tingkat penghidupan yang layak dan sehat bagi masyarakat sehingga secara simultan juga akan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam ruang publik khususnya memberi masukan terhadap kebijakan publik yang tengah dibahas.

" Bilamana keseluruhan hak asasi ini tidak dijamin dan dilindungi, maka penegakan atas nilai-nilai demokrasi hanya menjadi angan belaka," tutup Arif. (Knu)

#LBH Jakarta #Virus Corona #Pasien Corona #Penyakit Corona
Bagikan
Bagikan