LAPANGAN terbang Pondok Cabe, Tangerang Selatan, mulai bersolek. Tak lagi sekadar lapangan buat latihan terbang, tapi juga bakal menjelma bandara penumpang penerbangan komersial jarak pendek (airtaxi).
PT Pelita Air Services, anak perusahaan Pertamina sekaligus pengelola lapangan terbang Pondok Cabe, dan PT Angkasa Pura II telah memaklumatkan penggunaan lapangan itu sebagai bandara komersial tujuan Lampung, Cepu, dan Purbalingga mulai 5 Agustus 2022.
Lapangan Pondok Cabe sempat menjadi pangkalan militer pasukan Sekutu, lapangan latihan untuk anggota Tentara Nasional Indonesia dan Polri, dan sarana olahraga udara (kedirgantaraan) untuk anggota Federasi Aero Sport Indonesia (FASI).
Pembangunan lapangan terbang Pondok Cabe bermula menjelang Perang Pasifik (1942-1945). Perang Pasifik merupakan perang antara Sekutu dengan Jepang di wilayah Asia dan Samudera Pasifik.
Ketika itu, Jepang telah merangsek masuk ke berbagai wilayah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda beserta sekutunya, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, menyiapkan pertahanan udara untuk menangkal serangan Jepang ke Jawa. Sebab, Jepang telah menyerang Sumatera Selatan sejak 12 Februari 1942.
Baca juga:

Belanda menjadikan beberapa wilayah di Jawa Barat seperti Pondok Cabe, Cisauk, Bandung, dan Tasikmalaya sebagai pangkalan pertahanan udara. "Tugasnya dua : membinasakan sebanyak mungkin pesawat tempur Jepang dan melindungi lapangan terbangnya sendiri untuk kemudian melakukan operasi serangan," tulis P.C. Boer dalam The Loss of Java : The Final Battle for Possession of Java Fought.
Wilayah Pondok Cabe dianggap cocok sebagai pangkalan pertahanan mengingat masih rimbun dan jauh dari keramaian.
Sejak masa kolonial, wilayah ini telah tersua dalam peta kuno abad ke-19 dan ditulis 'Pondok Tjabe'. Margaret van Till, penulis buku Banditry in West Java, mencatat Pondok Cabe berapa kali menjadi sasaran operasi dan persembunyian para bandit.
Selepas kemerdekaan, lapangan terbang Pondok Cabe tak terurus. Alang-alang tumbuh subur. Beberapa bangunan mulai berdiri di sejumlah sudut, salah satunya Pusat Latihan Mekanisasi Pertanian.
"Pusat latihan tadi baru-baru ini memperoleh tanah yang luas bekas lapangan terbang di Pondok Cabe dekat Pasar Minggu," catat Dunia Internasional, Mei 1954.
Memasuki 1970-an, lapangan terbang Pondok Cabe dibangun kembali dan menjadi milik Pertamina. Perusahaan negara ini memiliki sejumlah pesawat terbang untuk mendukung mobilitas pegawainya. Pesawat itu terhimpun dalam Divisi Pelayanan Transportasi Udara atau Pertamina Air Services
Sejak 1970-an, divisi itu memisahkan diri dan menjadi perusahaan baru di bawah Pertamina. Namanya jadi PT Pelita Air Services. Perusahaan ini menyediakan layanan transportasi udara untuk industri minyak dan gas di Indonesia. Penerbangannya berangkat dari lapangan terbang Pondok Cabe.
Baca juga:
Wings Air Buka Penerbangan dari Pondok Cabe ke Lampung, Cepu, dan Purbalingga

Selain oleh Pertamina, lapangan terbang pondok cabe juga digunakan oleh FASI sejak 1970-an. Lingkup kerja FASI merentang dari olahraga terjun payung, terbang layang, gantole, pesawat bermotor, sampai aero modelling (miniatur pesawat). Beberapa anggota FASI merupakan anggota TNI/Polri.
FASI juga membangun sekolah olahraga kedirgantaraan di Pondok Cabe. Tujuannya mencetak para atlet olahraga kedirgantaraan.
"Karena bukan mustahil dari sekolah Pondok Cabe bisa dibina penerbang pesawat bermotor, pesawat terbang layang, aeromodelling, dan penerjun, empat jenis olahraga yang telah bersekutu dalam tubuh FASI," tulis Tempo, 29 April 1972.
Pondok Cabe mulai diusulkan sebagai bandara penerbangan komersial pada dekade 2000-an. Perkembangan pesat kota Jakarta pada 2000-an mendorong munculnya kebutuhan bandara satelit.
Bandara Soekarno-Hatta semakin padat. Tiap tahun, 62 juta penumpang diangkut di Soekarno Hatta. Padahal kapasitas bandara yang dibangun pada 1978 direncanakan hanya 22 juta penumpang per tahun.
Tapi Pemerintah Kota Tanggerang Selatan menolak rencana tersebut. Mereka bilang, warga mengeluhkan suara pesawat terbang yang mengganggu pendengaran.
Daerah sekitar lapangan terbang telah berkembang pesat sebagai permukiman padat. Letaknya sangat mepet pula dengan lapangan terbang tersebut. Ini tak lepas dari perkembangan Jakarta ke arah selatan dan kebutuhan penglaju yang bekerja di Jakarta untuk memiliki rumah di pinggiran.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan malah mengusulkan pembaruan tata ruang di sekitar lapangan terbang Pondok Cabe. Rencananya lapangan terbang itu diubah jadi mall. Tapi itu tak pernah terwujud.
Justru rencana menjadikan lapangan terbang Pondok Cabe sebagai bandara komersial muncul lagi pada 2016. Pertamina waktu itu menjajaki kerjasama dengan Garuda Indonesia untuk membuka penerbangan jarak dekat dengan pesawat ATR atau baling-baling ke 12 kota Indonesia di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Lagi-lagi rencana itu mentok. Kali ini Menteri Perhubungan Jonan menolak mentah-mentah. Alasannya, penerbangan komersial di Pondok Cabe akan bertabrakan dengan rute penerbangan dari Bandara Halim Perdana Kusuma.
Setelah maju-mundur kena, akhirnya rencana mengaktifkan lapangan terbang Pondok Cabe sebagai bandara komersial terwujud pada 2022. (dru)
Baca juga: