Kesehatan

Kurang Tidur Bisa Bikin Lebih Egoistis

Dwi AstariniDwi Astarini - Jumat, 26 Agustus 2022
Kurang Tidur Bisa Bikin Lebih Egoistis
Kurang tidur memengaruhi seberapa besar kemungkinan seseorang untuk membantu orang lain. (Foto: freepik/jcomp)

TIDUR secara luas diakui sebagai salah satu proses penting kehidupan. Proses itu memberikan manfaat yang kuat dalam kesehatan fisik, kesehatan mental, dan panjang umur.

Namun, tahukah kamu bahwa malam tanpa tidur juga dapat menyebabkan perilaku egoistis?
Kurang tidur memengaruhi seberapa besar kemungkinan seseorang untuk membantu orang lain. Demikian diungkapkan dalam penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Biology pada Selasa (23/8).

BACA JUGA:

Tidur Setelah Makan Siang Ternyata Juga Ada Manfaatnya

Para peneliti dari University of California, Berkeley, melakukan tiga penelitian di Amerika Serikat melihat efek 'egoistis' ini. Mereka menganalisis perubahan aktivitas saraf dan perilaku yang menguntungkan orang lain. Perilaku itu tak ditemukan setelah sedikit kurang tidur.

Ilmuwan penelitian Eti Ben Simon dan Matthew Walker, seorang profesor ilmu saraf dan psikologi di UC Berkeley dan Direktur Center for Human Sleep Science di universitas, mengatakan kepada CNN bahwa temuan ini paling mengejutkan.

pria
Tim peneliti menilai tingkat keegoisan berdasarkan tanggapan terhadap kuesioner. (Foto: freepik/gpointstudio)

"Bahkan hanya satu jam kurang tidur sudah lebih dari cukup untuk mempengaruhi pilihan untuk membantu orang lain," kata Ben Simon, rekan postdoctoral psikologi di Center for Human Sleep Science.

Dia menambahkan, "Ketika orang kehilangan satu jam tidur, ada perubahan yang jelas pada kebaikan manusiawi bawaan kita dan motivasi untuk membantu orang lain yang membutuhkan."

Dengan melihat database 3 juta donasi amal antara tahun 2001 dan 2016, Ben Simon, Walker, dan rekan-rekan melihat penurunan donasi sebesar 10 persen setelah Daylight Saving Time. Penurunan itu tidak terlihat di negara bagian yang tidak mengikuti transisi satu jam ke depan.

Dalam studi kedua, para peneliti menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional untuk melihat aktivitas otak 24 orang setelah delapan jam tidur dan setelah semalaman tidak tidur. Jaringan saraf prososial, area otak yang terkait dengan teori pikiran, kurang aktif setelah kurang tidur.

Teori pikiran merupakan kemampuan untuk mempertimbangkan kebutuhan, keadaan, dan emosi orang lain, yang biasanya berkembang pada anak usia dini dengan sosialisasi.

BACA JUGA:

Parahnya Bahaya dari Tidur Kelamaan, Bikin Kamu Cepat-cepat Bangun

"Tidur secara konsisten terbukti mempengaruhi suasana hati dan fungsi kognitif kita, dan dengan demikian, itu juga kemungkinan mempengaruhi bagaimana kita berhubungan dengan orang lain," kata Dr Ivana Rosenzweig, seorang dokter tidur dan konsultan neuropsikiater di Guy's and St Thomas' Hospital, Inggris, yang tidak terlibat dalam penelitian.

Dalam studi ketiga, yang mengukur tidur lebih dari 100 orang selama tiga hingga empat malam, para peneliti secara tak terduga menemukan bahwa kualitas tidur lebih penting daripada kuantitas tidur dalam hal mengukur keegoisan.

Tim peneliti tersebut menilai tingkat keegoisan berdasarkan tanggapan terhadap kuesioner yang telah diisi oleh peserta studi. Kuantitas dan kualitas tidur keduanya biasanya mempengaruhi perilaku emosional dan sosial, sehingga tim mengharapkan untuk menemukan efek dari keduanya, kata Ben Simon kepada CNN.

pria
Tidur secara konsisten terbukti memengaruhi suasana hati dan fungsi kognitif kita. (Foto: freepik/KamranAydinov)

"Temuan ini dapat menunjukkan bahwa begitu durasi tidur meningkat di atas jumlah nominal dasar, maka tampaknya kualitas tidur itulah yang paling penting untuk membantu dan mendukung keinginan kita untuk membantu orang lain," jelasnya.

Rosenzweig yang juga menjadi kepala Sleep and Brain Plasticity Centre di King's College London mengatakan kepada CNN bahwa ini menunjukkan pentingnya tidur dengan kualitas dan kuantitas yang baik untuk fungsi sosial dan kognitif yang seimbang secara keseluruhan, termasuk altruisme.

Lebih dari setengah dari semua orang di negara maju mengatakan mereka kurang tidur selama minggu kerja, yang disebut Walker sebagai "epidemi kurang tidur global." Penelitian ekstensif telah menunjukkan hubungan dengan gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi, serta penyakit fisik seperti diabetes dan obesitas.

Sekarang, ketika bukti semakin tersedia tentang dampak negatif kurabf tidur pada perilaku sosial, itu bisa memiliki konsekuensi bagi masyarakat saat ini. Ben Simon dan Walker berharap penelitian mereka akan memungkinkan orang untuk mendapatkan kembali tidur malam yang nyenyak tanpa rasa malu atau stigma malas.(aru)

BACA JUGA:

Semakin Gemuk Semakin Susah Tidur, Apa Iya?

#Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.
Bagikan