KSPI Anggap Omnibus Law 'Bunuh' Buruh Demi Untungkan Investor

Andika PratamaAndika Pratama - Senin, 17 Februari 2020
KSPI Anggap Omnibus Law 'Bunuh' Buruh Demi Untungkan Investor
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Foto: MP/Kanu

MerahPutih.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak Omnibus Law Cipta Kerja, selain akan menggelar aksi besar-besaran dan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pasal-pasal yang merugikan

"Berikutnya citizen law suit, gugatan warga negara, karena buruh sebagai warga negara dirugikan dengan sikap pemerintah yang sangat kapitalis dan liberal," kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada wartawan di Jakarta, Minggu (16/2).

Baca Juga

Omnibus Law Dinilai Berpotensi Picu PHK Massal Jutaan Tenaga Kerja

Menurut Iqbal, adanya Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini membuat dunia tenaga kerja diliberalisasi.

"Orang tidak punya perlindungan terhadap upah dan pendapatan serta orang tidak dapat jaminan kesehatan dan pensiun," kata dia.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Minggu. (ANTARA/HO/Dok pri)
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Minggu. (ANTARA/HO/Dok pri)

Setelah melakukan kajian terhadap RUU Cipta Kerja, ia menilai, apa yang dilakukan pemerintah melalui Omnibus Law hanya omong kosong belaka.

"Kami minta DPR secara politik batalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dan semua yang berhubungan dengan ketenagakerjaan," pungkas dia.

Alasan lain karena RUU Cilaka ini menghilangkan upah minimum kabupaten/kota dan upah minimum sektoral dengan hanya menyisakan upah minimum provinsi (UMP).

"Kalau di Jawa Barat standar upah provinsinya Rp1,8 juta/bulan, gimana dengan upah pekerja di Karawang dan Bekasi yang sudah Rp4,2 juta-Rp4,4 juta? Masak turun upah mereka?" katanya.

Baca Juga

Omnibus Law Dianggap Korbankan Buruh Demi Investasi

Alasan ketiga, RUU Cilaka ini menurunkan angka pesangon. Iqbal bilang, pekerja seharusnya bisa mendapatkan 34 kali gaji jika alasan PHK adalah kesalahan perusahaan. Dalam di peraturan baru, kewajiban perusahaan hanya 17 kali gaji.

"Seharusnya bisa lebih," katanya.

KSPI menolak RUU Cilaka karena peraturan ini memungkinkan pekerja diupah perjam. Menurutnya jika aturan itu diterapkan, buruh akan semakin dieksploitasi. Lalu, adanya potensi penggunaan tenaga kerja asing (TKA) kasar.

"Pakai izin menteri saja masuk TKA Cina di proyek Meikarta. Ketahuan gara-gara Corona. Kalau itu dihapus, semakin mudah TKA buruh kasar masuk," kata dia.

KSPI juga memprotes poin mengenai ketentuan PHK yang menurutnya dipermudah. Lalu, hal ini bisa menimbulkan berkurangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh, seperti jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

"Kemudian UU 13/2003, 2 hari haid upah dibayar. Yang keluarga nikah, orangtua meninggal, libur 1 hari tidak dipotong gaji. Di omnibus law tidak dibayar," kata dia.

Terakhir soal sanksi pidana yang, kata dia dihilangkan. Menurutnya, belum ada pasal yang menyebutkan bahwa pengusaha akan mendapat sanksi apabila telat membayar upah maupun tak memberi pesangon. Dia menyebut banyak sekali pasal dalam RUU itu yang tidak sesuai dengan hak pekerja.

Said berpendapat RUU ini berpotensi memperdagangkan manusia. Dia juga menyebut RUU ini justru menguntungkan tenaga kerja asing (TKA), yang akan bebas masuk ke Indonesia dengan adanya RUU ini.

Baca Juga

Daftar Ketakutan Kaum Buruh Jika Omnibus Law Diberlakukan

"RUU ini jelas bahwa agen outsourcing resmi diberikan negara. Bayangin, gila, agen outsourcing berarti memperdagangkan manusia. Itu diberi ruang resmi sama konstitusi," imbuh dia

"Sekarang kita jelaskan detailnya, memang di situ (draf) dibilang ada upah minimum, tapi itu bohong semua. Diputar-putar. Ini konseptor pembuat undang-undang hebat ini, dibuat pisah-pisah. Pasalnya dipecah seolah-olah di UU Nomor 13 tetap ada," imbuhnya. (Knu)

#KSPI #Said Iqbal
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan