Kriminolog Sebut 4 Kebutuhan Pokok Remaja Picu Kasus Pengeroyokan Sadis AY

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Kamis, 11 April 2019
Kriminolog Sebut 4 Kebutuhan Pokok Remaja Picu Kasus Pengeroyokan Sadis AY
Kriminolog Universitas Diponegoro, Nur Rochaeti (Antaranews/dokumentasi pribadi)

Merahputih.com - kriminolog Universitas Diponegoro, Semarang, Nur Rochaeti, mengungkap latar belakang kasus pengeroyokan terhadap AY. Frustasi sebagai sumber utama timbulnya kenakalan remaja dan tidak dipenuhinya empat kebutuhan pokok.

"Timbulnya frustasi tersebut, sebagaimana kesimpulan WI Thomas dalam studinya terhadap kenakalan remaja, karena tidak dipenuhinya empat kebutuhan pokok (four wishes) remaja," ujar Nur Rochaet, Kamis (11/4).

Hal itu dikatakan Nur menanggapi kasus pengeroyokan terhadap AY (14) oleh sejumlah siswi SMA di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (29/3).

Sementara, empat kebutuhan pokok yang dinilai tidak terpenuhi tersebut yakni adanya kebutuhan untuk memperoleh rasa aman, kebutuhan untuk memperoleh pengalaman baru sebagai usaha untuk memenuhi dorongan ingin tahu, petualangan, dan sensasi.

Ada pula tidak terpenuhinya kebutuhan untuk ditanggapi sebagai pemenuhan dorongan cinta dan persahabatan dan kebutuhan untuk memperoleh pengakuan yang berupa status atau prestise.

"Keempat kebutuhan tersebut apabila tidak terpenuhi secara terus-menerus, akan menimbulkan frustasi," beber pakar hukum pidana dari Undip itu.

Tagar #justiceforaudrey ramai di media sosial (Twitter)

Selain itu, perasaan diperlakukan tidak adil merupakan bentuk khusus dari frustasi. Hal itu, seperti apa yang dikatakan ahli psikologi, Sigmund Freud, bahwa syarat pertama dari budaya keadilan. Apabila individu merasa rasa keadilannya diperkosa, perasaan frustasinya akan mendorongnya, terutama sekali untuk melakukan perbuatan agresif.

"Apakah kebutuhan tersebut sudah mereka dapatkan? Kita mengevaluasi diri. Kesalahan mereka di mana? Kita ada di mana sehingga hak-hak tersebut tidak kita berikan?," tanya Nur.

Di dalam Konvensi Hak-Hak Anak, kata Nur, sudah mengatur adanya prinsip nondiskriminasi, prinsip yang terbaik bagi anak, prinsip atas hak hidup, kelangsungan dan perkembangan, serta prinsip penghargaan terhadap pendapat anak.

pria
Ilustrasi korban perundungan (Foto: Pexels/Bich Tran)

Ia mengutarakan bahwa anak berhak terhadap hak-haknya yang harus mereka dapatkan dari keluarga, sekolah, masyarakat, negara, dan bersama ikut bertanggung jawab terhadap seluruh aktivitas mereka.

"Jadi, bukan lepas tangan ketika mereka berperilaku salah. Bukan hanya prestasi yang diakui keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara. Kita tanggung renteng bertanggung jawab terhadap perilaku mereka," jelas dia sebagaimana dikutip Antara.

Pada sisi lain, ditegaskan Eti, korban harus ditangani secara medis, pendampingan ahli psikologi untuk penyembuhan traumatis setelah kejadian. Begitu pula terhadap pelaku, harus mendapatkan pendampingan advokasi, baik secara hukum maupun konseling secara psikis.

"Kita kawal keduanya untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pelaku yang sebenarnya juga korban dan korban fisik dalam kasus tersebut," ujarnya. (*)

#Pengeroyokan #Kasus Perundungan
Bagikan
Bagikan