Kredit Macet Pembiayaan Batubara dari Bank BUMN Bisa Diduga Korupsi

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Selasa, 24 Mei 2022
Kredit Macet Pembiayaan Batubara dari Bank BUMN Bisa Diduga Korupsi
Batubara. (Foto: Antara)

MerahPutih.com - Perbankan telah memberikan pendanaan untuk industri batubara, bahkan jumlahnya disebutkan telah mencapai Rp 89 triliun. Bahkan, pemberian dana tersebut, tanpa menggunakan agunan atau agunannya tidak sepadan dengan pinjaman dan terindikasi mengalami kredit macet.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, jika pinjaman tanpa agunan dan akan berpotensi menjadi kredit macet tersebut bisa dikategorikan tindak pidana korupsi jika memenuhi dua syarat.

Baca Juga:

Tingginya Harga Batubara, Nikel dan CPO Bikin Neraca Perdagangan Surplus

"Pertama, pinjaman macet dan kemudian pengusahanya tidak berupaya melunasi utangnya. Kedua. banknya harus Bank BUMN, jika bank swasta maka bukan korupsi," kata Boyamin di Jakarta, Selasa 24 Mei 2022.

Ia mendengar isu jika uang pinjaman bank tersebut tidak digunakan seluruhnya untuk operasional produksi batubara. Hal tersebut tentunya dilarang.

"Bisa diproses korupsi jika utang macet," ujarnya.

Pengamat Hukum dari Universitas Gajah Mada Muhammad Fatahillah Akbar menyebut jika dalam pinjam meminjam masuk ranah perbankan dan aturan tanpa atau dengan jaminan seharusnya diatur rigid dalam aturan internal bank.

"Sehingga jawabannya ada di Bank BUMN. Jika dalam jumlah besar seharusnya ada jaminan yang memadai. Jaminan pun diikat hak tanggungan dan ada appraisal untuk menilai jaminan lebih tinggi dari hutang," kata Akbar dalam siaran persnya.

Begitu jika terdapat potensi kredit macet, harus ada jaminan yang memadai. Karena sudah banyak sekali kredit macet BUMN yang dijerat korupsi.

"Unsur utamanya adalah apakah dalam pemberian kredit menyalahgunakan wewenang. Jika iya maka masuk Pasal 3 UU Korupsi," katanya.

Ia mengatakan, jika peminjaman tersebut sudah melawan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) maka bisa disebut penyalahgunaan kewenangan.

Corporate Secretary BNI, menegaskan, proses pemberian dana telah melalui serangkaian proses yang mengedepankan prinsip good corporate governance dan compliance terhadap ketentuan regulator demi memberikan kenyamanan dan keamanan kepada para nasabah maupun debitur.

"Bagaimanapun kita harus realistis, energi fosil masih dibutuhkan masyarakat Indonesia. Adapun, penyaluran kredit kepada sektor batubara hanya 2 persen terhadap total kredit BNI. Secara umum kredit kepada sektor batubara sampai dengan ini dalam posisi lancar," kata Mucharom dalam keterangan pada wartawan di Jakarta, Selasa 24 Mei 2022.

Ia pun membeberkan, sejak Januari hingga Maret 2022, BNI cukup agresif mengucurkan pembiayaan ke sektor energi baru terbarukan (EBT) senilai Rp 10,3 triliun, berikutnya, pembiayaan untuk pencegahan polusi senilai Rp 6,8 triliun, dan pembiayaan hijau lainnya Rp 23,3 triliun.

Pengamat Perbankan Deni Daruri mengatakan, pemberian pinjaman tanpa agunan mencukupi tidaklah dibenarkan.

"Tidak dibenarkan, karena sangat beresiko buat bank itu sendiri. Terlebih, lanjutnya, ada potensi kredit tersebut macet, sehingga menurutnya akan merugikan bank. "Buat bank rugi, sehingga mengerus modal bank," katanya. (*)

Baca Juga:

Terapkan Asas Kehati-hatian, Bank BUMN Diminta Berhenti Danai Perusahaan Batubara

#Batubara
Bagikan
Bagikan