LIMBAH pakaian akan sulit terurai secara alami. Diperlukan pendekatan kreatif untuk mengurangi limbah pakaian. Hal ini dilakukan para perwakilan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di seluruh kecamatan Kota Bandung yang mengasah kreativitas lewat pemanfaatan pakaian bekas menjadi kebaya klasik atau modern.
Dengan memanfaatkan pakaian bekas, Ketua Tim Penggerak PKK, Yunimar Mulyana berharap bisa mengurangi sampah yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Hal ini juga merupakan langkah yang dilakukan dalam program Kang Pisman.
"Limbah pakaian tidak bisa terurai, sehingga dengan momen ini masyarakat bisa mengurangi limbah yang akan dibuang ke TPA," ucap Yunimar di Aula Pendopo Kota Bandung, Selasa (27/09).
Selain itu, ia juga mengatakan, semoga kegiatan ini juga bisa meningkatkan pemberdayaan ekonomi di masyarakat. Bukan hanya upsycle kebaya, tapi juga bisa membuat karya lainnya. Giat kreativitas juga dilakukan untuk mengikuti lomba tingkat provinsi Jawa Barat (Jabar). Tiap kecamatan di Kota Bandung diwakilkan dua orang peserta untuk berlomba memamerkan hasil rancangan upsycling kebaya mereka.
Baca Juga:
Ariel Tatum dan Tamara Dai Suarakan Kepercayaan Diri ke Perempuan

"Pokja 3 seluruh kecamatan di Kota Bandung mengadakan lomba tingkat kota untuk pemanfaatan baju bekas menjadi kebaya klasik atau modern. Lalu, setelah mendapatkan juaranya, akan menjadi perwakilan menuju ke tingkat Jabar," ungkap Yunimar.
Pada perlombaan ini, para peserta mengirimkan video proses pembuatan upsycle. Kemudian dinilai mana saja yang sudah memenuhi kriteria. Ketua Pelaksana dan Pokja 3 Kota Bandung, Yuli Rahmatia menjelaskan, kriteria yang dinilai mencakup dari kreativitas mendaur ulang dan kerapian hasil pakaian yang sudah dibuat.
"Kita juga menilai kesesuaian dengan tema. Temanya itu pakaian bekas menjadi kebaya klasik atau modern," tutur Yuli.
Maka 3R menjadi penilaiannya; reuse, recycle, reduce. Barang-barang tersebut bisa dimanfaatkan kembali sesuai dengan desain yang dibuat.
Salah satu peserta dari Kelurahan Sukaasih, Kecamatan Bojongloa Kaler, Eva Nyayu Farhat. Karyanya mendapatkan banyak apresiasi dari para peserta lainnya. "Tadinya saya cari bahan dari mukena. Terus ada kemeja satu setel dengan roknya, ada furingnya juga. Pas dilihat tangannya pakai manset. Akhirnya saya desain kebaya klasik tapi dengan modifikasi pakai lengan lonceng dari bahan furing. Pakai tambahan manik-manik, swarovski, dan batu-batu," papar Eva.
Lalu sisa bahan lainnya ia manfaatkan untuk membuat desain cover pouch yang sudah lama tidak dipakai. Sisa bahan tersebut ditempelkan dengan seni decoupage. Bahan ini dilem dan ditempel, setelah itu di-varnish dan dikeringkan menggunakan hairdryer.
"Penempelan hiasan juga pakai lem. Lalu kita tabur saja manik-maniknya.bIni tanpa pakai jahit lagi," katanya.
Selain itu, ia juga membuat sepatu slop yang sudah lama tidak dipakai. "Warnanya putih, itu saya tempelkan saja dengan sisa bahan yang ada," tambahnya.
Baca Juga:
Wastra Bali dan Batik Kudus dalam Koleksi LANGKAH Denny Wirawan

Kemudian, slayer yang terdapat pada pundak kebaya terbuat dari bekas kerudung. Brosnya juga dari bahan furing ditambah mute.
"Karena ini bahannya sangat tipis, kalau dipakai menerawang, jadinya sama saya dijadikan slayer saja di kebaya ini," jelasnya. Selama tiga hari, Eva membuat kebaya ini. Bagian yang paling sulit baginya adalah pembuatan pouch. Apalagi bahannya licin karena terbuat dari imitasi.
Untuk pengeluaran, ia mengaku tak lebih dari Rp50 ribu untuk membeli bahan hiasan seperti beragam payet.
"Kita bisa menggunakan sampah atau bahan sisa untuk didaur ulang dan lebih bermanfaat. Sehingga Kang Pisman jalan, ekonominya juga bisa bertambah. Ini kalau di butik bisa beratus ribu sampai jutaan. Kang pisman itu memang benar bisa kita melakukannya. Dengan bahan bahan yang tidak memiliki nilai jadi bernilai ekomomis setelah kita manfaatkan," tuturnya.
Peserta lain dari Kelurahan Antapani Wetan, Kecamatan Antapani, Wakingatun atau kerap disapa Atun. Bersama rekannya yang juga menjadi model, Heni Nur Saadah merancang kebaya milik mereka. "Kita pakai tiga baju karena akan membuat ukuran kebaya jumbo. Tunik brukat, tunik batik, kemeja batik. Inilah hasil kreasi selama tiga hari," jelas Atun.
Dari mulai mencari desain, membuat pola, mengukur, memotong, menjahit sampai editing video, semua dilakukan selama tiga hari. "Baju bekas yang ada sobeknya dibuang, dipilih yang masih bagus lalu kita jahit. Depan, belakang, kanan, kiri pun beda. Mudah-mudahan karya ini bisa mewakili Antapani dengan baik," ucapnya.
Menurut Atun, proses paling sulit ialah mengukur kebaya untuk ukuran badan besar. Sebab, baginya kebaya itu sebaiknya berukuran pas dengan tubuh penggunanya. "Apalagi untuk menyesuaikan punggung yang lebarnya tidak sama dengan perempuan pada umumnya. Jika penggunanya nyaman, suka dengan desainnya. Ada rasa kebanggaan tersendiri dalam diri saya sebagai penjahit," akunya.
Ia berharap, kegiatan ini ke depannya bisa meningkatkan ekonomi masyarakat. Serta menginspirasi para ibu agar tidak hanya menggantung bajunya yang sudah tidak terpakai. Tetapi juga bisa didaur ulang biar punya model baju yang baru dan bisa dipakai lagi. (Imanha/Jawa Barat)
Baca Juga: