MerahPutih.com - Kasus dugaan suap dan gratifikasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dugaan aliran duit haram dalam kasus ini menggurita ke mana-mana.
Tersangkanya pun bukan hanya di kalangan pejabat selevel kepala dinas. Bahkan, lembaga antikorupsi menemukan dugaan melibatkan hingga puncak pimpinan tertinggi pemerintah kabupaten.
Baca Juga:
KPK Cegah Bupati Hulu Sungai Utara ke Luar Negeri
Akhirnya, KPK menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid sebagai tersangka baru. Penetapan tersangka dari pengembangan kasus yang telah menjerat Kepala Dinas PU Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.
"Ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan KPK selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/11).
Firli menjelaskan, Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara dua periode menunjuk Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara pada 2019. Maliki diduga memberikan uang kepada Abdul Wahid agar menduduki jabatan tersebut.
"Penerimaan uang oleh tersangka AW (Abdul Wahid) dilakukan di rumah MK (Maliki) pada sekitar Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh MK melalui ajudan tersangka AW," ujar Firli.
Tak hanya soal jual beli jabatan Kepala Dinas PUPRP, Abdul Wahid juga diduga menerima suap dari proyek-proyek lain di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Awal 2021, Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas bupati untuk melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.
Baca Juga:
KPK Periksa Eks Ajudan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Terkait Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa
Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek.
Abdul Wahid menyetujui paket plotting ini dengan syarat adanya fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10 persen untuk dirinya dan 5 persen untuk Maliki. Pemberian commitment fee yang antara lain diduga diterima Bupati melalui Maliki berasal dari Marhaini dan Fachriadi senilai sekitar Rp 500 juta.
Tersangka Bupati juga diduga menerima commitment fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak lain di Dinas PUPRP. Yakni, sebesar Rp 4,6 miliar tahun 2019, Rp 12 miliar pada 2020, dan Rp 1,8 miliar pada 2021.
"Selama proses penyidikan berlangsung, Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," kata Firli.
Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 65 KUHP. (Pon)
Baca Juga:
KPK Periksa Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid