MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Gellwyn DH Yusuf, mantan staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Selasa (23/2).
Gellwyn akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa.
Baca Juga:
Belum diketahui materi yang bakal didalami penyidik saat memeriksa Gellwyn. Namun, nama Gellwyn tak asing di dunia perikanan lantaran pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP.
Gellwyn yang dilantik pada Oktober 2014 hanya sekitar setahun menjabat posisi tersebut karena dicopot Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, Susi Pudjiastuti pada September 2015. Selanjutnya, Gellwyn pun sempat berkarier di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Sempat menjabat sebagai Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Gellwyn kemudian menjabat sebagai Sekretaris Umum Bappenas hingga 2019 dan diangkat sebagai staf khusus Edhy.
Selain Gellwyn, dalam mengusut kasus ini, tim penyidik juga menjadwalkan sejumlah saksi lainnya, yakni Alex Wijaya selaku pimpinan BNI Cabang Cibinong; Mahasiswa bernama Lutpi Ginanjar; karyawan swasta bernama Badriyah Lestari; notaris bernama H Alvin Nugraha, dan seorang notaris lainnya bernama Lies Hermaningsing.

Kelima saksi itu juga diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Edhy Prabowo.
"Mereka diperiksa untuk tersangka EP," ujar Ali.
Belum diketahui materi yang bakal didalami penyidik saat memeriksa kelima saksi ini. Namun, pemeriksaan terhadap kelima saksi itu diduga berkaitan dengan aset Edhy Prabowo.
Tim penyidik KPK diketahui telah menyita sebuah vila di atas tanah seluas 2 hektare di Cijengkol, Sukabumi, Jawa Barat. Vila itu disita lantaran diduga dibeli Edhy menggunakan uang suap yang diterimanya dari para eksportir benur.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tujuh tersangka. Ketujuh tersangka itu yakni, Edhy Prabowo, tiga staf khusus Edhy, Andreau Pribadi Misanta, Safri serta Amril Mukminin; Siswadi selaku pengurus PT Aero Citra Kargo; Ainul Faqih selaku staf istri Menteri KP; dan Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama.
Baca Juga:
Edhy Prabowo Akui Pinjam Uang Pejabat KKP untuk Belikan Istrinya Barang Mewah di AS
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy. (Pon)
Baca Juga:
Siap Dihukum Mati, Edhy Prabowo: Lebih dari Itupun Saya Siap