KPK Nilai Setya Novanto Belum Layak Jadi Justice Collabolator, Ternyata Ini Sebabnya

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Rabu, 24 Januari 2018
KPK Nilai Setya Novanto Belum Layak Jadi Justice Collabolator, Ternyata Ini Sebabnya
Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto tiba di gedung KPK. (ANTARA FOTO)

MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai saat ini belum melihat adanya sikap terbuka dan mengakui perbuatan dari terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP Setya Novanto selama di persidangan.

"Saya kira sejauh ini kita belum lihat hal tersebut (mengakui perbuatan). Misal seperti terkait penerimaan jam dan dugaan penerimaan lain," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (24/1).

Menurut Febri, belum ada informasi baru yang didapatkan dari Setnov baik di persidangan ataupun selama proses penyidikan. KPK pun mengingatkan, untuk menjadi Justice Collabolator (JC) harus sepenuhnya mengungkapkan kebenaran.

"Yang kita tahu di proses peradilan masih ada sangkalan-sangkalan. Sementara bukti yang dimiliki dan diajukan (JPU KPK) di peradilan sebenarnya sudah sangat kuat," tandas Febri.

Namun, lanjut Febri, KPK belum memberi keputusan apakah akan diterima atau ditolak JC yang diajukan Novanto. Karena, untuk memberikan status JC membutuhkan pertimbangan yang cukup panjang. Terdapat beberapa syarat seseorang bisa mendapatkan JC.

"Kami jelaskan ada syaratnya, salah satunya mengakui perbuatannya. Kemudian membuka info seluas-luasnya. Sampai saat ini baik dalam proses pemeriksaan terdakwa di pengadilan ataupun penyidikan. Kami belum menemukan info yang baru dan cukup kuat dari yang bersangkutan. Beberapa nama yang disebutkan sebenarnya kami juga punya bukti dan sudah diproses saat ini," jelas Febri.

Sampai saat ini, kata Febri, proses persidangan masih berjalan. Sehingga, KPK pun masih terus melakukan pertimbangan dari setiap keterangan dan sikap Novanto sampai ditemukannya kesimpulan apakah Novanto layak atau tidak layak menerima JC.

"Karena, jadi JC harus ungkap peran lain dan dia juga harus mengakui dia pelaku," imbuh Febri.

Febri menambahkan, selama persidangan berjalan, JPU KPK sudah membuka dua bukti keterlibatan Novanto dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut. Pertama, terkait pengaruh dan peran Novanto dalam proyek tersebut yang sudah cukup kuat baik dalam keterangan saksi dan bukti yang diajukan.

"Yang kedua, kami membuktikan dugaan aliran dana kepada Novanto dengan cara sangat rumit berlapis dan sifatnya lintas negara. Itu yang sedang kita buktikan. Nanti tinggal secara bertahap akan buktikan unsur lain seperti kerugian keuangan negara dan juga pihak-pihak lain," terang Febri.

"Hakim akan mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan. Kalau kooperatif akan dianggap meringankan. Ingat kasus ini ancaman seumur hidup atau maksimal 20 tahun," pungkas Febri. (Pon)

#KPK #Setya Novanto #Justice Collaborator
Bagikan
Bagikan