KPK Gandeng PPATK Telusuri Aliran Duit Suap Ekspor Benur

Andika PratamaAndika Pratama - Rabu, 02 Desember 2020
KPK Gandeng PPATK Telusuri Aliran Duit Suap Ekspor Benur
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Foto: MP/Ponco

MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran duit suap kasus perizinan ekspor benih lobster atau benur yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif, Edhy Prabowo.

"Tentu KPK akan melibatkan pihak lain termasuk pihak perbankan maupun PPATK dalam penelusuran dugaan aliran dana dalam perkara tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (2/12).

Baca Juga

KPK Isyaratkan Jerat Edhy Prabowo dengan Pasal Pencucian Uang

Ali memastikan lembaga yang dipimpin Firli Bahuri ini akan mengembangkan penyidikan kasus ini guna menemukan aliran uang suap yang diduga mengalir ke sejumlah pihak lainnya.

"Terkait aliran dana dugaan suap, kami memastikan akan menelusuri dan mengembangkan lebih lanjut dalam proses penyidikan dan pengumpulan bukti berdasarkan keterangan para saksi yang akan dipanggil KPK," ujar Ali.

Kepala PPATK Dian Ediana Rae sebelumnya mengatakan pihaknya akan berkoordinasi untuk menangani perkara korupsi, termasuk kasus yang menjerat Edhy Prabowo.

"Nanti KPK tentu akan menyampaikan permintaan kepada kita mengenai apa-apa saja yang perlu diketahui dari aliran dana tersangka," kata Dian kepada wartawan, Jumat (27/11).

Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif, Edhy Prabowo
Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif, Edhy Prabowo. Foto: ANTARA

KPK telah menetapkan 7 tersangka dalam kasus ini. Ketujuh tersangka itu yakni, Edhy Prabowo, dua Staf khusus Edhy, Andreau Pribadi Misanta dan Safri; Siswadi selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo; Ainul Faqih selaku Staf istri Menteri KP; dan Amiril Mukminin selaku pihak swasta serta Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama.

Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.

Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy. (Pon)

Baca Juga

Kasus Edhy Prabowo, KPK Buka Peluang Jerat PT ACK Tersangka Korporasi

#Edhy Prabowo #Komisi Pemberantasan Korupsi
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan