KPK Bisa Kembali Tetapkan Setnov Sebagai Tersangka

Andika PratamaAndika Pratama - Minggu, 01 Oktober 2017
KPK Bisa Kembali Tetapkan Setnov Sebagai Tersangka
Setya Novanto

MerahPutih.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting menyatakan bahwa peluang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menetapkan Setya Novanto kembali sebagai terbuka masih sangat terbuka.

"Hal itu telah dinyatakan dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 dan Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016. Sepanjang KPK masih memiliki paling sedikit dua alat bukti yang sah, KPK masih tetap dapat menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka," kata Miko melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (1/10).

Hal itu, kata dia, dikarenakan putusan praperadilan Setya Novanto itu menyangkut aspek formil sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadap dirinya, bukan aspek substansi apakah dia bersalah atau tidak bersalah.

"Dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Setya Novanto tidak secara otomatis gugur," kata Miko.

Ia pun menjelaskan bahwa praperadilan Setya Novanto bukan merupakan pemeriksaan pokok perkara tetapi hanya menguji apakah penetapan tersangka terhadap dirinya sah atau tidak.

Menurutnya, hakim dalam konteks ini menurut Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2016 hanya menguji aspek formil dari minimal dua alat bukti yang sah yang dimiliki.

"Penentuan bersalah atau tidaknya Setya Novanto nanti akan dilakukan pada pemeriksaan pokok perkara. Artinya, putusan praperadilan ini tidak menggugurkan dugaan bahwa telah terjadi tindak pidana," tuturnya.

Selain itu, kata dia, permohonan praperadilan Setya Novanto jangan dikatkan dengan Panitia Khusus Hak Angket di DPR RI.

"Ini penting menjadi catatan bagi Panitia Khusus Hak Angket untuk tidak mengaitkan putusan praperadilan Setya Novanto dengan laporan dan rekomendasi kelak," katanya.

Sementara itu, ia pun menyatakan ada beberapa kejanggalan dari sisi proses pada persidangan praperadilan Setya Novanto seperti hakim mengabaikan permohonan intervensi dengan alasan belum tercatat dalam sistem administrasi registrasi perkara.

"Maupun penasehat hukum Setya Novanto yang membawa sejumlah bukti dari Pansus Hak Angket, seharusnya menjadi ruang untuk mengevaluasi putusan praperadilan tersebut," ucap Miko.

Meskipun, kata dia, Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016 menyatakan bahwa terhadap putusan praperadilan tidak dapat diajukan peninjauan kembali.

Namun, peraturan yang sama memberi ruang bagi MA untuk melakukan pengawasan terhadap putusan praperadilan.

"Begitu juga KY yang juga dapat melakukan evaluasi dari sisi perilaku dan etik hakim. Oleh karena itu, MA dan KY seharusnya memberikan respons terhadap putusan praperadilan ini," ujarnya.

Dari sisi substansi, menurut dia, salah satu pertimbangan yang mencolok adalah ketika hakim menyatakan bukti untuk menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka tidak sah karena muncul dan digunakan dalam perkara lain.

"Pertimbangan ini bermasalah karena mengasumsikan satu bukti hanya berlaku untuk satu orang dan perbuatan saja. Apabila logika ini digunakan, maka tidak ada pengusutan perkara tindak pidana korupsi yang berdasar pada pengembangan kasus lain," ucap Miko.

Kemudian, pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Setya Novanto tidak sah karena dilakukan pada awal penyidikan.

"Hal ini menurut hakim menyimpangi Pasal 44 Undang-Undang KPK. Padahal jika dirunut bahwa penetapan tersangka terhadap SN dilakukan melalui pengembangan kasus yang kesimpulannya adalah telah diperoleh minimum dua alat bukti yang sah untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," kata Miko.

Oleh karena itu, kata dia, KPK sah saja menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka sepanjang memiliki kecukupan alat bukti, yaitu minimal dua alat bukti sah.

Sumber: Antara

#Setya Novanto #Korupsi E-KTP #KPK
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan