TAK semua orang punya kesempatan memiliki rumah. Sebagian harus mengontrak, sisanya lagi masih menumpang bersama keluarga besar.
Namun ke depan, kesempatan orang punya rumah mungkin lebih besar berkat tawaran konsep rumah modular. Tak hanya itu, rumah modular juga mendukung gaya hidup berkelanjutan untuk menyelamatkan bumi dan menopang bisnis ramah lingkungan.
"Modular itu adalah komponen-komponen dari bangunan atau gedung yang dibuat secara fabrikasi di pabrik, dan nantinya akan digabung, disusun menjadi satu kesatuan bentuk rumah atau bangunan," kata Dwi Wanto, VP of Engineering di PT Waskita Beton Precast Tbk, dalam diskusi daring Tempo Media Week 2023 bertajuk "Rumah Modular Sebagai Alternatif Perumahan Masa Kini yang Ramah Lingkungan" Rabu (1/3).
Dwi mengibaratkan rumah modular sebagai mainan Lego atau furnitur lemari. Keduanya tak langsung berbentuk utuh, melainkan potongan-potongan kecil. "Nanti sampai rumah, kita susun-susun sendiri menjadi sebuah almari. Kira-kira seperti itu konsep modular," tambah Dwi.
Metode modular bisa digunakan untuk pembuatan rumah kecil hingga bangunan yang agak berisiko (medium risk). Waskita Beton Precast, misalnya, membangun gedung Universitas Pertahanan di Sentul, Bogor, Jawa Barat, dengan metode modular.
Bahan penyusun rumah modular bisa bermacam-macam. Dari beton, kayu, sampai bambu. Namun yang paling jamak ditemui sekarang adalah beton.
Ada dua jenis rumah modular: yang terdiri dari bagian kecil dan yang sudah jadi dalam bentuk rumah (volumetric) dari pabrik. Jenis pertama lebih mudah didatangkan dari pabrik ke lokasi pembangunan untuk kemudian dirakit. Sedangkan jenis kedua memerlukan pengangkutan dengan truk besar dari pabrik ke lokasi penempatan.
Selain berteknologi tinggi, rumah modular juga lebih mudah dibangun, lebih cepat dikerjakan, dan lebih ringkas perawatannya.
Dwi mengungkapkan, pembangunan rumah modular bertipe 36 hanya butuh tujuh hari. "Di luar pembuatan pondasi," kata Dwi. Karena itulah, rumah modular disebut pula rumah instan.
Konsep rumah modular digali dari pengalaman dan pengetahuan bangsa Indonesia dalam mendirikan bangunan. Konsep ini berjejak pada masa Mataram Kuno sekira abad ke-9 M. Candi Borobudur disebut sebagai bangunan modular pertama di Nusantara.
”Seperti halnya di candi-candi yang dulu dibangun, tentu kita bisa bayangkan itu terdiri dari part-part yang memang sudah disiapkan sebelumnya, kemudian disusun di satu lokasi tertentu menjadi suatu bangunan,” sambung Dwi.
Baca juga:
Memiliki Hunian Impian Kini Lebih Mudah dengan Teknologi Finansial

Sistem modular kemudian berkembang hingga hari ini dan menjadi alternatif pembangunan rumah masa depan yang ringkas dan minim limbah. Berbeda jauh dari pembangunan rumah secara konvensional.
"Kalau dengan konstruksi tradisional, kita pasti akan butuh waktu yang panjang, menggunakan banyak energi pastinya, juga limbahnya akan terus besar,” ucap Novriansyah Yakub atau Riri, arsitek rumah modular dari biro Atelier.
Berkat efisiensi tersebut, rumah modular diminati di mancanegara seperti di Malaysia dan Jepang. Menurut Riri, minat serupa juga tengah bertumbuh di Indonesia.
Kebanyakan peminat konsep modular adalah generasi Milenial dan Z. Mereka lebih mementingkan fungsi rumah ketimbang estetikanya. Meski itu tak berarti menyampingkan sama sekali segi estetikanya.
Riri telah merancang sejumlah rumah dan toko kecil dengan konsep modular sejak 2018.
"Kita coba dengan project rumah kecil dulu karena solusinya memang yang butuh alternatif itu sebenarnya adalah rumah-rumah yang kecil gitu, karena rumah kecil itu terbatas pada penggunaan biaya, terbatas pada waktu, dan terbatas pada space," terang Riri.
Berbeda dari sistem pembangunan rumah konvensional, pembangunan rumah modular hanya meninggalkan sedikit limbah. "Tidak meninggalkan limbah itu maksudnya tidak ada bekas-bekas casting, tidak ada bongkahan-bongkahan, sisa-sisa cor, dan seterusnya, sehingga area kerja kita relatif lebih bersih," ungkap Dwi.
Limbah pembangunan rumah menjadi ancaman terhadap kelestarian lingkungan. Iwan Prijanto, Ketua Umum Green Building Council, menyebut pembangunan rumah menghasilkan limbah sejak pembuatan materialnya. Iwan menyebutnya sebagai "dosa asal".
"'Dosa asalnya' dari mana, ya, dari saat material itu dibuat, ya diekskavasi, ditransportasikan, dan diolah di industri," kata Iwan.
Baca juga:

Setelah rumah jadi, lagi-lagi muncul permasalahan terkait lingkungan. Rumah menghasilkan emisi karbon paling besar. "Hampir sekitar 60 persen itu emisi datang dari rumah dan 80 persen di antaranya datang dari middle low income atau low income housing, ya," tambah Iwan.
Situasi ini membutuhkan solusi mendesak. Terlebih setelah penandatanganan Paris Agreement 2015, perjanjian yang mengamanatkan agar setiap bisnis berpegang kepada mitigasi dan adaptasi lingkungan.
Pada sektor konstruksi, net-zero energy emission menyasar ke bangunan baru dengan titik mula pada 2030. Lalu pada 2050, seluruh bangunan diharapkan sudah net-zero. "Kita tidak berani 2050, kita mundur 10 tahun lagi, jadi 2060," sambung Iwan.
Sebagai persiapan menyongsong target itu, para pelaku konstruksi Indonesia telah berupaya memulai pembangunan rumah yang ramah lingkungan dengan konsep modular. “Modular construction itu bisa menurunkan konsumsi energi, ya,” beber Iwan.
Klaim Iwan diperkuat oleh Tri Resandi, design planning manager di PT Panasonic Home Deltamas. Tri menggambarkan bagaimana penerapan konsep modular dipadukan dengan konsep desain hemat energi dalam proyek konstruksi garapan PT Panasonic Deltamas. Contohnya, memaksimalkan penggunaan ventilasi alami daripada mengandalkan pendingin ruangan (AC).
"Kita coba optimalkan cross ventilation, terutama untuk yang di area di dalam plafon atau di bawah atap untuk pengondisian udara di bawah ceiling," sebut Tri.
Tri juga menjamin bahwa rumah modular yang dibangun dari beton punya ketahanan terhadap gempa bumi dan api. Rumah tak gampang dibobol pula oleh pencuri. Bahkan jika ingin menggantung pigura foto, pemilik rumah perlu upaya ekstra.
Biaya awal pembangunan rumah modular memang lebih tinggi daripada pembangunan rumah secara konvensional. Namun secara prospek masa depan, rumah modular bakal jauh lebih menguntungkan.
”Jangan takut nih untuk developer lain yang mungkin mau mengembangkan rumah precast. Kita masih profitable sampai saat ini,” papar Tri.
Meski banyak keunggulan, rumah modular bukan tanpa tantangan. Karena produk pabrik, desain rumah modular tidak bisa terlalu beragam alias cenderung kaku. Kalau pun bisa disesuaikan dengan keinginan pembeli, harganya bisa lebih tinggi daripada pembangunan rumah modular biasa.
Di sisi lain, jika dapat diproduksi secara massal, rumah modular cocok untuk masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan hunian yang murah, aman, dan multifungsi.
Para pembicara berharap harga rumah modular bisa segera terjangkau oleh banyak orang pada masa depan. Melihat perkembangan tren dan kesadaran masyarakat kiwari terhadap kelestarian lingkungan, para pembicara optimistis rumah modular dapat berkembang dan semakin murah tanpa mengorbankan kualitasnya.
Dengan begitu, rumah modular bisa menjadi solusi perumahan pada masa depan dari sisi kebutuhan manusia terhadap rumah, kelestarian lingkungan, dan keberlangsungan bisnis konstruksi. (dru)
Baca juga: