MerahPutih.com - Komisi Kejaksaan (Komjak) didesak untuk segera menuntaskan laporan dugaan pelanggaran etik jaksa penyidik yang menangani kasus dugaan suap, pemufakatan jahat dan pencucian uang Pinangki Sirna Malasari.
Desakan itu disampaikan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Selain itu, Komjak juga didesak mempublikasikan tindak lanjut dari laporan yang telah disampaikan ICW pada 14 Oktober 2020 tersebut.
"ICW mendesak agar Komisi Kejaksaan segera menuntaskan dan memberitahukan kepada publik perihal tindak lanjut pemeriksaan dugaan pelanggaran etik yang telah kami laporkan," kata Kurnia dalam keterangannya, Jumat (15/1).
Baca Juga
Kurnia menyatakan, pada hari ini, pihaknya melayangkan surat permintaan informasi kepada Komjak mengenai perkembangan pelaporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan tiga jaksa penyidik Kejagung yang menangani perkara Pinangki.
Hal ini lantaran sejak dilaporkan pada 14 Oktober 2020 lalu, ICW sebagai pelapor tak mengetahui perkembangan penanganan laporan tersebut.
"Pada hari ini, ICW mengirimkan surat permintaan informasi terkait perkembangan pelaporan dugaan pelanggaran kode etik jaksa penyidik perkara Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Kejaksaan," ujarnya.
Dalam laporannya saat itu, ICW menduga tiga orang Jaksa Penyidik Kejagung yang menangani dugaan suap, pemufakatan jahat, dan pencucian uang Pinangki telah melanggar kode etik. Kurnia membeberkan sejumlah dugaan pelanggaran etik yang dilakukan ketiga penyidik Kejagung tersebut. ICW menilai jaksa penyidik tidak menggali kebenaran materiil dari pengakuan Pinangki.
Hingga perkara Pinangki bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta, terdapat pertanyaan besar yang gagal diungkap, yakni bagaimana terpidana dan buronan perkara korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra dapat percaya begitu saja dengan Pinangki. Padahal, Pinangki tidak mempunyai jabatan khusus di Kejaksaan Agung.

Selain itu, jaksa penyidik juga gagal mengungkap rangkaian tindakan yang dilakukan Pinangki untuk memuluskan pengurusan permintaan fatwa ke MA melalui Kejaksaan Agung agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi saat kembali ke Indonesia.
Kurnia mengatakan, jaksa penyidik juga diduga tidak menindaklanjuti temuan pemeriksaan Pinangki di Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan.
"Dalam dokumen yang diduga merupakan hasil pemeriksaan Pinangki di JAMWAS, sempat disebutkan bahwa Pinangki melaporkan hasil pertemuan dengan Djoko Tjandra kepada pimpinan. Pertanyaan lebih lanjut, siapa pimpinan yang dimaksud oleh Pinangki?," tegas Kurnia.
Tak hanya itu, ICW menilai jaksa penyidik tidak mendalami peran pihak-pihak yang selama ini diisukan terlibat dalam perkara tersebut. Terdapat sejumlah istilah atau inisial yang sempat mencuat, seperti BR, HA, dan juga istilah “Bapakmu” dan “Bapakku”.
Baca Juga
Padahal, sebelum berkas perkara dilimpahkan ke persidangan, aparat penegak hukum wajib menggali seluruh keterangan dan mencari bukti-bukti yang menguatkan terjadinya tindak pidana.
Lebih jauh, Kurnia menyatakan jaksa penyidik juga diduga tidak berkoordinasi dengan KPK saat ingin melakukan pelimpahan berkas perkara ke penuntutan. Padahal KPK secara resmi telah mengeluarkan surat perintah supervisi terhadap keseluruhan perkara Joko Tjandra, salah satunya yang yerkait dengan Pinangki.
Dengan, surat perintah supervisi itu, penegak hukum, termasuk penyidik Kejagung wajib berkoordinasi pada tahapan mana pun kepada KPK.
"Berdasarkan hal itu, kami menduga bahwa jaksa penyidik dalam perkara tersebut telah melanggar Kode Etik Jaksa. Sehingga, dengan segala kewenangannya, Komisi Kejaksaan mestinya dapat mempercepat proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etik oleh para jaksa penyidik itu," tutup Kurnia. (Pon)