MerahPutih.com - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) hingga Senin (20/4) kemarin telah mengeluarkan dan membebaskan 38.822 narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi COVID-19.
Namun, sejumlah narapidana yang mendapat hak asimilasi itu justru kembali melakukan perbuatan melawan hukum. Salah seorang napi berinisial AR terpaksa ditembak mati oleh jajaran Polres Metro Jakarta Utara karena melakukan penodongan di angkot M15 pada Sabtu (18/4) malam.
Baca Juga
Kebijakan Asimilasi Picu Ketakutan di Masyarakat, Yasonna Layak Diberi Kartu Merah
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni mendukung Korps Bhayangkara untuk menindak tegas narapidana asimilasi yang melawan hukum. Sahroni mendukung aparat kepolisian untuk menembak mati napi yang kembali berulah.
"Sebagai pimpinan Komisi III, saya dukung kalau polisi ingin menembak mati atau menindak tegas kepada napi yang kembali berulah," kata Sahroni kepada wartawan, Selasa (21/2).
Menurut politikus Nasdem ini, napi asimilasi yang kembali berulah jumlahnya relatif tidak besar.
"Karena napi yang berulah hanya puluhan atau 0 persen dari yang keluarkan atau tidak sampai ribuan dari 30ribu napi yang dikeluarkan. Cukup Polri menindak tegas," ujar Sahroni.
Untuk itu, Sahroni meminta, jika terdapat napi yang kembali mengulangi perbuatannya agar langsung dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan (Lapas). Kemenkumham, menurut dia, perlu mencabut asimilasi atau integritas kepada napi tersebut.
"Mengenai napi asimilasi kalau dia berulah langsung saja dikembalikan ke Lapas tanpa proses pengadilan. Baru kemudian di evaluasi asimilasi napi itu dihapus atau bagaimana setelah wabah ini," tegas Sahroni.

Sahroni memandang, pembebasan puluhan ribu napi itu perlu memandang aspek HAM. Karena setiap warga membutuhkan hidup sehat. Jika ada napi yang meninggal karena terinfeksi COVID-19 di dalam Lapas, itu bagian dari kejahatan kemanusiaan.
"Kalau napi yang ada di Lapas dia ada yang terkena wabah dan dia meninggal di Lapas nanti ini ada kejahatan kemanusiaan. Ini berbahaya," tandas Sahroni.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly meminta jajaran Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian. Hal ini terkait kebijakan asimilasi dan integrasi warga binaan di tengah pandemi COVID-19.
“Saya harapkan seluruh Kakanwil dan Kadivpas berkoordinasi dengan para Kapolda di seluruh daerahnya, agar warga binaan pemasyarakatan yang mengulangi tindak pidana setelah mendapatkan asimilasi dan integrasi untuk segera dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan usai menjalani BAP di kepolisian agar yang bersangkutan langsung menjalani pidananya,” kata Yasonna dalam keterangan pers, Senin (20/4).
"Koordinasi juga harus dilakukan dengan forkopimda (forum komunikasi pimpinan daerah). Selain itu, lengkapi juga administrasi warga binaan yang dibebaskan dengan baik dan juga database pasca-asimilisi COVID-19 agar koordinasi bisa berjalan dengan baik,” sambungnya.
Baca Juga
Ketua MPR Angkat Suara Sejumlah Napi Asimilasi Kembali Berulah saat PSBB
Hal ini sebagai bentuk evaluasi atas sikap masyarakat yang mengeluhkan kebijakan asimilasi dan integrasi COVID-19. Keluhan ini, kata Yasonna, muncul akibat sejumlah kasus pengulangan tindak pidana oleh warga binaan yang dibebaskan melalui kebijakan tersebut.
Kendati angka pengulangan tindak pidana relatif rendah, Yasonna menyebut berbagai evaluasi tetap harus dilakukan untuk memulihkan rasa aman di dalam masyarakat. Terlebih, hingga Senin (20/4) tercatat jumlah warga binaan yang dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi mencapai 38.822 orang. (Pon)