MerahPutih.com - Di wilayah lepas pantai Indonesia, saat ini berdasarkan data dari Kementerian ESDM terdapat sekitar 600 anjungan migas lepas pantai (AMLP). Dari jumlah tersebut, terdapat 102 anjungan lepas pantai yang sudah tak beroperasi dan perlu segera dibongkar karena menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan navigasi.
Namun, dari pada dibongkar, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkeinginan mengalihfungsikan anjungan migas nonaktif untuk kepentingan sektor kelautan dan perikanan nasional.
Paling tidak, anjungan lepas pantai ini, bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan nilai ekonomi melalui budi daya ikan atau untuk merehabilitasi lingkungan sebagai terumbu karang buatan.
Kepala Badan Riset dan SDM KKP Sjarief Widjaja menegaskan, pihaknya bersama beberapa kementerian dan lembaga, tengah berupaya mencari jalan keluar untuk mendanai atau memanfaatkan pembongkaran anjungan hulu migas yang sudah tidak aktif.
Baca Juga:
Satlantas Pasuruan Buat Area Traffic Light Ala Moto GP
Untuk melakukan decommissioning anjungan atau kegiatan untuk menutup fasilitas dan memulihkan kondisi lingkungan membutuhkan biaya besar dan hal teknis lainnya yang tentunya tidak mudah.
"Sehingga diperlukan adanya alternatif pemanfaatan dari anjungan migas lepas pantai ini," ujar Sjarief.
Ia menegaskan, pada 2019 telah disepakati pembentukan kerja sama Korea-Indonesia Offshore Research Cooperation Center (KIORCC). Kerja sama ini berlanjut hingga 2022 dengan fokus kegiatan utama adalah feasibility study pemanfaatan platform di wilayah kerja migas RI.
Kerja sama tersebut telah menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk pemanfaatan kembali anjungan lepas pantai yang ditinggalkan untuk sektor kelautan dan perikanan, seperti terumbu buatan (rigs-to-reef/R2R), budi daya lepas pantai (rigs-to-fish farms/R2F), stasiun penelitian kelautan, ruang penyimpan ikan, dan wisata bahari.
"Studi dari hasil kerja sama tersebut memberikan solusi kepada pemerintah tentang cara mengelola platform minyak yang ditinggalkan dan tidak digunakan yang telah menjadi masalah selama beberapa tahun," jelas Sjarief.

Ia menegaskan, Hasil perhitungan ekonomi pun menunjukkan bahwa opsi R2R dan R2F tidak hanya memberikan solusi pengurangan biaya pembongkaran, akan tetapi juga memberikan nilai tambah bagi lingkungan dan masyarakat pesisir.
Tahun 2020, Pusat Riset Kelautan KKP melakukan rangkaian penelitian yang sama untuk dua AMLP yang berada di sekitar Pulau Kangean yang dikelola oleh PT Pertamina Kangean Energi Indonesia, diikuti lima AMLP milik PT Pertamina Offshore South East Sumatera dan dua AMLP milik PT Pertamina Offshore North West Java pada 2021.
Lalu, lanjut ia, tahun 2021-2022, direncanakan pilot project R2R untuk tiga AMLP Attaka dengan merujuk pada hasil penelitian Pusat Riset Kelautan dan Korean Maritime and Ocean University Consortium (KMOUC) pada 2017.
Baca Juga:
Kendornya Pemeriksaan Jadi Alasan Pemprov DKI Hapus SIKM