Kisah Sukarno Menggagas Ikon Nasional Monas

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Rabu, 30 Agustus 2017
Kisah Sukarno Menggagas Ikon Nasional Monas
Monas pada acara pekan raya jakarta. (TROPENMUSEUM)

Hari ini pada tahun 1959, Sukarno meneken Keputusan Presiden RI Nomor 214 Tahun 1959 mengenai Pembentukan Panitia Monumen Nasional. Mulai saat itu pembangunan ikon nasional Indonesia mulai bergulir.

SUKARNO paham betul bagaimana mendandani kembali sebuah negara baru saja ditelanjangi kekuasaan kolonial. Salah satunya dengan membuat gedung-gedung, monumen-monumen, ruang terbuka, dan jalan penghubung.

Dalam buku suntingan Angus McIntyre berjudul Indonesian Political Biography: In Search of Cross-Cultural Under standing, Sukarno menganggap monumen-monumen sebagai pakaian dasar bagi bangsa. Monumen Nasional pun tercetus dari pikirannya.

Sayembara perancangan Monumen Nasional pun digelar untuk merealisasikan gagasan Bung Besar, julukan Bung Karno, pada 1955. Saat itu, ada 55 karya termasuk rancangan arsitek Friedrich Silaban. Namun tidak ada pemenang utama. Sementara, rancangan Silaban hanya mendapat pemenang kedua.

Sayembara kedua pun dihelat kembali pada 1960. Kali ini diikuti 222 karya. Dan lagi-lagi, tulis Solichin Salam dalam Wajah-wajah Nasional, tidak ada pemenang utama.

Pihak dewan juri pun meminta Silaban, arsitek kelahiran Bonandolok-Sumatra Utara, untuk memperlihatkan rancangannya kepada Bung Karno. Namun ditolak karena rancangan Silaban terlalu besar dan akan banyak menyedot anggaran negara.

Friedrich Silaban kesal setelah tahu rancangannya ditolak Sukarno. Tanpa banyak bicara, ia keluar istana dan langsung tancap gas pulang ke rumahnya di Bogor. "Dari gerbang istana, gas mobil digeber kencang. Mobilnya melesat keluar. Dia dikejar petugas istana supaya kembali masuk istana, namun ditolaknya," kenang Poltak Silaban, 68 tahun, putra ketiga Friedrich Silaban kepada merahputih.com

Rancangan Silaban kemudian menjadi acuan asrsitek selanjutnya, R.M Sudarsono.

Pembangunan Monas boleh dikatakan paling mahal dan megah. Marmer plus pekerja saka harus didatangkan dari Italia. Belum lagi ikon monas, puncak lidah api bersaput emas.

Siang-malam, proyek ini dijaga ketat pasukan keamanan dari Komando Daerah Militer (Kodam) V Jaya. Maklum, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 214 Tahun 1959 mengenai Pembentukan Panitia Monumen Nasional, ketua panitia proyek Monas adalah Umar Wirahadikusumah, saat itu berpangkat kolonel, juga menjabat Komandan Komando Militer Kota Besar (KMKB) Jakarta Raya.

"Satu hari, di halaman kantor Kodam V Jaya, dia (Karlinah, istri Umar Wirahadikusumah -red) menyaksikan bangunan fisik puncak Monas berbentuk nyala obor itu terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton yang dilapis emas murni seberat 35 kilogram. Bukan main," tulis Herry Gendut Janarto dalam Karlinah Umar Wirahadikusumah: bukan sekadar istri prajurit.

Pembangunan Monas sempat tersendat saat pecah peristiwa G30S 1965. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968. Selanjutnya, tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Soeharto.

Kini, Monas benar-benar menjadi magnet. Bukan dari Jakarta saja, tetapi juga menjadi ikon nasional.(*) Achmad Sentot

#Sejarah Monas #Sejarah Indonesia #Sukarno
Bagikan
Bagikan