Kisah Pelajar Asal Indonesia Belajar di Luar Negeri Saat Pandemi

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Kamis, 09 September 2021
Kisah Pelajar Asal Indonesia Belajar di Luar Negeri Saat Pandemi
Khelly bersama teman-temannya di Australia. (sumber: Khelly))

KHELLY justru merasa canggung setiba di Melbourne, Australia, pada Oktober 2018. Di satu sisi seperti seolah sedang bermimpi bisa berstudi di Monash University, tak sabar menghadapi babak baru. Namun, di lain sisi selama tiga tahun akan menemui beragam perbedaan dengan para pelajar dari pelbagai negeri, dan paling berat harus berpisah dengan sanak keluarga di Indonesia.

“Pilih Australia karena negara dengan budaya beragam. Aku bisa rasakan budaya negara-negara lain tanpa harus ke sana” ujar Khelly ketika diwawancara MerahPutih.com.

Baca juga:

Pentingnya Kehadiran Pelajar Tangguh di Masa Pandemi COVID

Ia mengalami banyak perbedaan ketika awal menjalani hari di negeri Kangguru. Saat di Indonesia, saban hari Khelly menggunakan kendaraan pribadi sebagai transportasi harian. Namun, di Australia, ia harus naik transportasi umum. “Hal bagus tapi mengagetkan buat aku biasa naik mobil kemana-mana,” ujarnya.

Pembayaran di Australia kebanyakan sudah tak lagi menggunakan uang tunai. “Di sini hampir semuanya pembayaran pake kartu (E-Wallet di hp), jarang banget pake cash, jadi kalo keluar rumah sebentar bisa aja cuman bawa handphone sama kunci rumah," tambahnya.

australia
Saat tiba di Autralia, ia belum terbiasa menggunakan transportasi umum. (Sumber: Unsplash_AntRozetsky)

Di kampusnya, ia tak lagi mengambil kelas bahasa, tetapi kelas khusus untuk murid Internasional (college). Kelas tersebut lebih intens dan kecil dibanding Universitas. Di kelas tersebut banyak orang Indonesia, Tiongkok, dan teman-teman Asia lainnya.

Saat bertemu orang baru di kampusnya, Khelly merasa kurang percaya diri saat berbicara. “Kalau buat dengerin bisa, tapi kadang kalau disuruh berargumen jadinya kurang percaya diri karena ngerasa enggak sehebat mereka bahasa Inggrisnya.” ujar Khelly.

Baca juga:

Kalahkan Diri Sendiri, Bukti Psoriasis Warrior Juga Jagoan Tangguh!

Khelly mengatakan tugas-tugas kuliahnya sangat berat, salah satunya membuat Essay. Terlebih saat SMA, di sekolahnya tidak diajarkan membuat essay, sehingga ia kesulitan mencari jurnal sebagai data, hingga menuliskannya.

“Menuju tahun-tahun terakhir, essay dua ribu sampai dua ribu lima ratus kata setiap pelajaran, dan ada empat pelajaran aku ambil biasanya. Per essay juga topiknya beda-beda, jadi agak susah buat mikirin empat topik berbeda ditulis. Tapi aku lumayan merasa santai, soalnya aku pikir ini akan berguna nantinya,” ujar Khelly.

australia
Ia mengalami kendala belajar ketika awal-awal masuk kuliah. (Sumber: Unsplash_J. Kelly Brito)

Rintangan terberat bagianya selama di Australia terjadi ketika lockdown akibat pandemi COVID-19. Ia harus mendekam bersama kakaknya, kegiatan di luar kediaman dibatasi, bahkan terpaksa berhenti kerja paruh waktu.

Saat ini, Melbourne sedang menjalani lockdown ke-6 dan sudah berjalan lebih dari satu bulan. Ia mengatakan lockdown kali ini lebih ketat. Hanya ada 5 alasan diizinkan untuk keluar rumah, seperti ke supermarket, vaksin, olahraga selama dua jam, pergi ke rumah sakit, dan pekerjaan khusus.

Ia hanya keluar untuk olahraga dan main di rumah temannya. “Di sini pas lockdown enggak boleh ke rumah orang, tapi kalau orangnya tinggal sendiri, ada namanya social bubble atau satu teman bisa dinominate buat temenin dia gitu. Jadi aku social bubblenya dia gitu,” ujar Khelly.

Khelly juga mengisi keseharian dengan menonton drama selama di rumah. Hal tersebut menjadi salah satu cara terbaiknya mengelola stress selama pandemi dan di tengah kesibukan kuliahnya. Lalu, saat di waktu senggang ia mulai mencicil tugas-tugasnya, sehingga dekat hari pengumpulan, ia tidak terburu-buru dan tidak stress.

australia
Khelly ketika menjalani part time. (Sumber: Khelly)

Saat pandemi Khelly tidak memiliki jadwal tetap. Ia beberapa kali menyempatkan diri pergi ke supermarket besar maupun khusus produk Asia. Khelly juga bercerita sebelum pandemi kegiatan kerap dilakukan seperti pergi ke kampus dari pagi hingga sore, dan sore sampai malam bekerja di McD.

“Selama kerja part time aku usahakan buat bikin teman banyak. Kalo diajak pergi makan aku ikut, tapi di akhir aku ngerasa enggak terlalu cocok sama budaya mereka juga,” katanya. Hal tersebut karena teman-temannya suka pesta miras dan sangat berbeda dengan kepribadian Khelly.

Meski sebagai warga negara asing, pemerintah Australia memberikan bantuan biaya selama pandemi kepadanya. Walau tak mudah mengurus administrasinya.

Pada Juli lalu, Khelly baru saja mengakhiri masa perkuliahannya di Monash University, Melbourne, dan kembali bisa berkumpul bersama keluarganya di Indonesia. (Cil)

Baca juga:

Cerita Ketangguhan Pemilik Ivegan Pizza Berjuang Menjadi Seorang Vegan

#September Jagoan Tangguh Negeri Aing
Bagikan
Bagikan