TRAGEDI Hallowen di Itaewon yang menimbulkan ratusan korban jiwa, menjadi salah satu peristiwa memilukan yang terjadi di lokasi atau tempat wisata pada tahun ini. Begitu pula dengan insiden Gujarat Bridge, lokasi tersebut merupakan destinasi wisata terkenal yang kerap dikunjungi.
Ketika berada di suatu destinasi wisata populer, risiko keramaian memang tak terhindarkan. Apabila kepadatan menjadi tak terkendali, maka situasi bisa berubah dalam sekejap menjadi bencana. Simak delapan kiat menjaga keselamatan ketika berada di tempat wisata yang ramai, dikutip dari siaran resmi Pegipegi, Jumat (11/11).
Amati Situasi
Saat mulai memasuki kawasan destinasi wisata yang terkenal ramai, ambil momen sejenak untuk mengamati lingkungan sekitar. Perhatikan sudut-sudut yang memungkinkan untuk keluar jika situasi menjadi gawat darurat, seperti gerbang masuk, gerbang keluar, atau titik akses lainnya yang bisa dijadikan celah untuk menyelamatkan diri.
Jangan ragu untuk bertanya dengan petugas keamanan atau pemandu wisata setempat terkait letak titik akses keluar-masuk di destinasi wisata yang Anda kunjungi.
Berwisata tujuannya memang bersenang-senang, namun Namun, jangan sampai terlena dengan kesenangan dan lupa memperhatikan situasi sekitar. Salah satu cara terbaik untuk menghindari risiko terinjak-injak adalah peka dan mengevaluasi situasi keramaian, apakah kepadatan pengunjung masih terkendali, sudah padat atau melebihi batas wajar? Ketika sudah merasa tidak nyaman, lebih baik menyingkir dari keramaian.
Baca juga:
Pelajaran dari Tragedi Itaewon, Kenali Tanda Bahaya di Kerumunan

Ukur tingkat keramaian
Kita bisa mengukur tingkat risiko keramaian secara sederhana. Pertama, jika tidak mudah bersentuhan fisik dengan orang sekitar, maka kondisi keramaian masih aman.
Kedua, jika bersenggolan secara tidak sengaja dengan orang lain, biasanya situasi cukup padat. Dalam hal ini, kitaa harus lebih bijak. Ketiga, jika sudah tidak bisa menggerakkan tangan dengan leluasa, seperti tak bisa menyentuh wajah, kita patut waspada karena ini menandakan keramaian sudah melebihi batas wajar.
Hindari titik berisiko
Choke points adalah titik-titik yang berisiko menghalangi laju pergerakan keramaian, seperti pintu keluar, lorong-lorong, dan jembatan. Titik ini merupakan akses keluar bagi orang-orang, tapi juga menjadi titik petaka di mana arus keramaian bisa bertumpuk dan celah semakin sempit jika terjadi kepanikan.
Hal ini disebabkan sikap alamiah manusia di mana saat berada dalam situasi gawat darurat, manusia ramai-ramai bergerak ke arah satu titik untuk menyelamatkan diri.
Oleh karena itu, sesuai dengan langkah pertama, menjadi pengamat merupakan aspek penting dengan melihat titik alternatif lain untuk menyelamatkan diri, seperti jendela, tangga darurat, dan pagar.
Cari tempat berlindung
Kita juga bisa bergerak menyingkir perlahan dari keramaian dan gapailah titik tertentu untuk berlindung. Jika di area outdoor, perhatikan pepohonan, tiang, kendaraan, atau benda apa pun yang sekiranya kokoh untuk dipanjat atau dinaiki demi melindungi apabila keramaian semakin tak terkendali.
Apabila berada di area indoor, perhatikan pula sisi dan benda sekitar yang memungkinkan untuk dijadikan tempat berlindung.
Baca juga:

Terus bergerak
Jika situasi tidak memungkinkan untuk berlindung, lebih baik untuk ikut bergerak mengikuti arus keramaian dengan memperhatikan keseimbangan diri saat berjalan. Biasanya ketika berjalan kaki di keramaian, kita akan merasakan jeda setelah ikut terdorong ke depan mengikuti arus kerumunan, seperti layaknya gelombang air.
Dalam situasi ini, kita harus bergerak secara diagonal dengan memanfaatkan ruang kosong di antara orang-orang ketika ada jeda tersebut.
Kita juga harus memperhatikan bahwa pada umumnya manusia ada yang refleks menahan diri agar tidak terdesak atau bahkan berusaha melawan arus. Kenyataannya, jika dua hal itu dilakukan, kita akan kelelahan karena energi terlanjur habis. Menyimpan energi saat berada di keramaian menjadi penting untuk menghadapi risiko ketika berdesak-desakan.
Tangan ala petinju
Kematian akibat terinjak-injak bukan hanya satu-satunya risiko yang dihadapi. Ketika kerumunan orang bergerak maju dan situasi semakin padat, badan secara tidak langsung kita bisa ikut terhimpit akibat tekanan dari berbagai sisi. Risikonya, kita bisa sesak nafas.
Angkatlah kedua tangan seperti seorang petinju dan pastikan ada jarak yang cukup antara tangan dan dada. Hal ini membantu kita menahan tekanan yang bisa menghambat saluran pernapasan dengan kedua tangan.
Jaga pola pernapasan
Orang-orang yang berada di kerumunan bisa terkena asphyxia, kondisi di mana seseorang kekurangan oksigen akibat cara bernapas yang abnormal, seperti karena tersedak, paparan zat kimia atau asap, kepanikan, hingga mengidap penyakit tertentu.
Kondisi ini bisa menyebabkan hilangnya kesadaran, cedera otak, hingga kematian. Gagal napas dialami sebagian korban jiwa dalam tragedi Itaewon dan Kanjuruhan. Oleh karena itu, kendalikan diri dan atur pernapasan sebaik mungkin serta hindari berteriak jika tidak perlu.
Jika terjatuh, lindungi kepala
Ini merupakan langkah terakhir apabila terjatuh di keramaian yang sudah tak terkendali dan kepanikan telah terjadi. Jika tak memungkinkan untuk segera bangkit, kita bisa mengambil posisi meringkuk sedikit ke samping, seperti bayi dalam rahim.
Lindungi kepala dengan kedua tangan untuk menekan risiko trauma pada kepala akibat terinjak-injak. Posisi meringkuk juga melindungi organ penting, seperti paru-paru dan jantung. (*)
Baca juga:
Belajar dari Tragedi Itaewon, Wajib Tahu Cara CPR untuk Pertolongan Henti Jantung