KETIKA bepergian, pernah enggak sih kamu merasa muak dengan macet yang panjang dan akhirnya melakukan hal-hal aneh? Mulai dari gelar tikar di dekat mobil, memesan mi instan di pinggir jalan, bikin kopi, bahkan jalan kaki untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Kemacetan ini dijadikan sebagai “wisata alam” sambil menunggu giliran jalan.
Setiap kejadian, pasti ada hikmahnya. Ya, begitulah kira-kira gambaran macet yang ada di kota-kota besar Indonesia. Buat anak-anak muda yang sering pergi ke Puncak, Bogor, tentu sudah tidak asing lagi dengan yang namanya macet, entah karena sistem buka tutup atau memang sedang dalam kondisi padat.
Tak tanggung-tanggung, macetnya pun bisa berjam-jam dan membuat sebagian orang merasa resah karena terlalu lama berada di kendaraan. Buat yang naik motor, daripada capek menahan beban motor, lebih baik di standar satu dan duduk di pinggir jalan. Sedangkan bagi pengendara mobil, daripada akinya boros karena menggunakan AC terlalu lama, lebih baik dimatikan saja dan gelar tikar di samping mobil.
Baca juga:
Ketika Supir Truk Negeri Aing Curhat Lewat Lukisan

Macet yang terlalu panjang juga bisa jadi kesempatan untuk berbincang dengan orang baru lho. Percakapan singkat mengenai tujuan dan penyebab macet bisa jadi topik yang menarik, seperti “Ini macetnya gara-gara apa ya, bro?” “Duh mbak, emangnya gak kepanasan apa macet-macet gini naik motor?” “Mbak, boleh kenalan enggak?”.
Bagi orang yang hidup di kawasan pedesaan dan merasakan macet di kota, macet itu adalah destinasi wisata bagi mereka. Maklum, tiap hari biasanya melihat kerumunan ayam dan area persawahan. Sekarang, mereka bisa melihat gedung-gedung tinggi dan deretan mobil sekelas Alphard, BMW, atau Mercedes-Benz.
Tidak bisa dipungkiri, macet sebagai “wisata alam” memberikan nilai kehangatan tersendiri. Kita jadi bisa makin dekat dengan teman satu tebengan dan menghilangkan stres. Duduk di atas kendaraan dalam jangka waktu panjang juga enggak enak lho.
Baca juga:
‘Jancuk’, Ketika Umpatan jadi Panggilan Akrab di Negeri Aing

Mengutip ANTARA, lembaga pemantau kemacetan lalu lintas dari Inggris, TomTom Index merilis hasil lalu lintas kota-kota termacet di dunia selama 2019. Mereka menyebutkan bahwa kemacetan di Jakarta berkurang setelah adanya perluasan kebijakan ganjil-genap di 25 ruas jalan.
Dalam indeks tersebut, TomTom Index menempatkan Jakarta di peringkat 10 dari 416 negara dengan tingkat kemacetan 53 persen. Pada 2018, Jakarta menduduki peringkat ketujuh dan 2017 di peringkat keempat. (and)
Baca juga:
Pelesiran Belum Lengkap Tanpa Obat Masuk Angin