MOBIL Fiat hitam berhenti di depan hamparan lahan sawah Rengasdengklok. Para pemuda lalu mengantar Sukarno-Hatta menuju sebuah pondok bambu berbentuk rumah panggung.
Belum genap separo hari, para pemuda harus memindahkan Dwi Tunggal lantaran lokasi tersebut tak lagi aman. Keduanya pun dipindahkan ke sebuah rumah dekat asrama Pembela Tanah Air (Peta).
Rumah tersebut milik seorang petani berdarah Tionghoa bernama Djiauw Kie Siong.
Letak Rengasdengklok nan terpencil menjadi salah satu alasan para pemuda memilih tempat itu sebagai lokasi "penculikan" Sukarno-Hatta agar tak mudah terdeteksi tentara Jepang.
Di rumah Baba Djiauw, para pemuda terus mendesak kedua tokoh untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Terik sinar matahari siang hari itu ikut memanaskan suasana. Para pemuda meminta Sukarno-Hatta membacakan proklamasi saat itu juga.
Sukarno menolak. Ia ingin memproklamasikan kemerdekaan di Jakarta pada Jumat, 17 Agustus 1945.
Sejumlah alasan disampaikan Bung Karno soal pemilihan 17 Agustus 1945. Sementara, kesepakatan terjadi di Jakarta antara golongan tua diwakili Achmad Soebardjo dan golongan muda diwakili Wikana. Saat itu, mereka sepakat untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan di Jakarta.
Di hadapan para pemuda, Soebardjo pada otobiografinya bertajuk Kesadaran Nasional menjanjikan kemerdekaan akan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 paling lambat pukul 12.00 WIB di rumah Laksamana Tadashi Maeda.
Berdasarkan kesepakatan antara golongan pemuda dan Laksamana Tadashi Maeda itu, Jusuf Kunto bersedia mengantarkan Soebardjo dan sekretaris pribadinya pergi menjemput Sukarno dan Hatta di Rengasdengklok.
Dengan jaminan itu pula, komandan kompi Peta Sudanco Subeno bersedia melepas Sukarno dan Hatta beserta rombongan kembali ke Jakarta. Rombongan tersebut tiba di Jakarta pada pukul 17.30 WIB.
Setelah sampai di rumah Maeda, telah berkumpul tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan, di antaranya Iwa Kusumasomantri, BM Diah, Sayuti Melik, dan Otto Iskandardinata.
Selain sejumlah tokoh pergerakan kemerdekaan dari golongan tua, beberapa orang Jepang, selain Laksamana T Maeda, juga tampak hadir. (*)