Kesadaran Prokes Warga Kecil, Menko PMK Sebut Perlu Pendekatan Paksaan

Zulfikar SyZulfikar Sy - Selasa, 22 Juni 2021
Kesadaran Prokes Warga Kecil, Menko PMK Sebut Perlu Pendekatan Paksaan
Wisatawan duduk di area lingkaran khusus untuk menjaga jarak antara wisatawan di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta, Jumat (14/5). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

MerahPutih.com - Kesadaran masyarakat untuk tertib protokol kesehatan masih minim. Hal ini yang memicu penambahan kasus COVID-19.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menilai, pendekatan paksaan atau coercive power dalam penanganan pandemi COVID-19 perlu dilakukan kepada masyarakat. Salah satunya untuk pendisiplinan protokol kesehatan.

"Adakalanya pendekatan coercive (paksaan) juga perlu, masyarakat harus ditegasi dulu agar bisa menumbuhkan kesadaran," ujar Menteri Muhadjir dalam keterangannya, Selasa (22/6).

Baca Juga:

Warga Abaikan Prokes Jadi Penyebab Melonjaknya Kasus COVID-19 di Kudus

Selama ini, kata Muhadjir, coercive power (kekuasaan paksa) kerap diartikan sebagai kekuasaan yang didasari kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian.

Kendati begitu, menurut dia, penanganan coercive tak selalu mesti diterapkan. Pasalnya, pendekatan dengan cara menumbuhkan kesadaran masyarakat dengan perlahan juga tak kalah penting dilakukan.

"Bagus itu penyadaran, tapi kedua-duanya tentu harus beriringan," ucapnya.

Muhadjir mengatakan, perubahan paradigma dan pembentukan karakter memang perlu dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Dia menyebut momentum pandemi bisa mengubah paradigma masyarakat ini.

"Memang masih ada di lapangan yang tidak disiplin prokes (protokol kesehatan), tidak mau taat peraturan, protes, itu perlu waktu," tuturnya.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. ANTARA/Muhammad Zulfikar
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. ANTARA/Muhammad Zulfikar

Sementara itu, sejumlah pejabat negara dan TNI-Polri melakukan peninjauan Rusunawa Nagrak, di Cilincing, Jakarta Utara, hari ini Selasa (22/6).

Rusun Nagrak siap dijadikan tempat isolasi mandiri untuk mengurangi beban dari kapasitas di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta.

Menkes bersama Panglima-Kapolri melakukan peninjauan langsung ke kamar-kamar di rusun tersebut yang akan jadi tempat isolasi mandiri masyarakat.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengungkapkan bahwa penguatan PPKM Mikro bakal dilakukan menekan laju pertumbuhan kasus aktif COVID-19 di DKI Jakarta, yang belakangan ini melonjak.

Menurut Listyo Sigit, dengan dimaksimalkannya PPKM Mikro itu beberapa di antaranya dilakukan penguatan testing dan tracing di masyarakat.

Karena itu, Listyo Sigit meminta, Pemprov DKI Jakarta menyiapkan 31 wilayah untuk isolasi mandiri terpadu.

"Kami imbau pemda, kepada rekan-rekan untuk bisa ikut segera merealisasikan 31 wilayah yang digunakan untuk keguatan isolasi mandiri terpadu termasuk di wilayah Nagrak," harap Listyo Sigit.

Baca Juga:

Polisi Cari Unsur Pidana Dugaan Pelanggaran Prokes di Caspar Bar

Sekadar informasi, jumlah tower yang digunakan di Rusun Nagrak sebanyak lima terdiri dari Tower 1 (Pasien Cover 19); Tower 2 (Pasien Cover 19); Tower 3 (Pasien COVID- 19); Tower 4 (Pasien COVID- 19); dan Tower 5 (Untuk Nakes).

Adapun setiap tower memiliki 16 lantai, tiap lantai memiliki 17 unit dengan 2 kamar. Direncanakan kapasitas Pasien OTG tiap Tower, dimana 510 pasien, jika 4 tower terisi penuh berarti 510 x 4 = 2.040 pasien OTG COVID-19.

Sementara itu, mekanisme penerimaan pasien sama dengan penerimaan pasien OTG COVID-19 di hotel-hotel Repatriasi.

Rusunawa Nagrak bakal bekerja sama dengan RSUD Koja dan RSUD Cilincing jika pasien OTG COVID-19 mengalami situasi yang memburuk. (Knu)

Baca Juga:

Cafe Caspar Sudirman Disegel dan Didenda Rp 50 Juta karena Langgar Prokes

#COVID-19 #Protokol Kesehatan #Muhadjir Effendy
Bagikan
Bagikan