MerahPutih.com - Sepasang gamelan pusaka milik Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari dikeluarkan dan ditabuh di halaman Masjid Agung Keraton Solo, Sabtu (1/10).
Penabuhan gamelan pusaka sebagai tanda dimulainya tradisi Sekaten, yang merupakan salah satu budaya milik Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dalam memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulud Nabi.
Sepasang gamelan pusaka itu sendiri mulai miyos atau keluar dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sekitar pukul 10.00 WIB. Gamelan pertama yang tiba di Masjid Agung Keraton adalah Kyai Guntur Madu yang langsung dibawa menuju Bangsal Pradonggo sisi selatan. Sedangkan gamelan kedua, Kyai Guntur Sari dibawa menuju Bangsal Pradonggo yang berada di sisi utara.
Baca Juga:
Tradisi Sekaten, Keraton Surakarta Keluarkan Gamelan Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari
Ketua Takmir Masjid Agung Solo M Muhtarom mengatakan, dua gamelan Sekaten tersebut melambangkan kehidupan manusia yang selalu memiliki pasangan atau berpasangan. Untuk Gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari hanya dikeluarkan dan ditabuh saat Sekaten berlangsung, yakni setiap sepekan sebelum peringatan Maulud Nabi.
"Selama Sekaten berlangsung dua gamelan ini akan ditempatkan pada di sisi selatan dan utara Masjid Agung. Gemelan ditabuh sampai Sabtu pekan depan,” kata Muhtarom, Sabtu (1/10).
Muhtarom menambahkan, Sekaten merupakan salah satu upacara adat keraton yang setiap tahun diadakan sebagai bentuk peringatan Maulud Nabi Keraton Kasunanan Surakarta dan selalu diselenggarakan di Masjid Agung.

Sekaten ini memiliki makna syahadatain. Raja mengatakan, syahadat dan menjadi Sekaten, kalimat syahadat menjadi Kalimosodo. Jadi ini merupakan sebuah upacara adat tradisi mengusung gamelan alat musik tradisional dikemas sedemikian rupa oleh para wali menjadi alat dakwah yang efektif di Jawa.
“Sekaten itu sendiri adalah merupakan warisan budaya Islam yang diturunkan para Wali Songo di Demak kemudian dilestarikan sampai Mataram dan Surakarta ini sampai sekarang," katanya.
Baca Juga:
Dua Tahun Absen, Keraton Kasunanan Surakarta Kembali Adakan Tradisi Sekaten
Sementara itu, seorang warga Madiyem (68) mengaku ikut berebut janur kuning di acara Sekaten. Janur ini akan digunakan untuk obat penurun panas bagi anak dengan cara memasaknya dengan air.
“Jadi direndam dalam air terus airnya diminum, bisa untuk obat panas dalam,” pungkasnya. (Ismail/Jawa Tengah)
Baca Juga:
Peringatan Maulid Nabi, Keraton Surakarta Tiadakan Tradisi Sekaten dan Grebeg Maulud