Kenali Tantangan Bagi Perempuan yang Ingin Bangun Startup Teknologi

Raden Yusuf NayamenggalaRaden Yusuf Nayamenggala - Selasa, 23 Agustus 2022
Kenali Tantangan Bagi Perempuan yang Ingin Bangun Startup Teknologi
Kenali sejumlah tantangan dalam membangun startup teknologi (Foto: Pixabay/089photoshootings)

SEJUMLAH perempuan dari dunia perusahaan rintisan teknologi membagikan beberapa tantangan untuk membangun usaha di industri di tengah dominasi para pemimpin laki-laki.

Satu diantara perempuan tersebut, Co-Founder & COO Xendit, Tessa Wijaya. Dia menjelaskan, memiliki network sangat penting dalam membantu para founder. Network berguna untuk memahami hal sederhana seperti membuat pitch deck (presentasi gambaran umum tentang rencana bisnis), penggalangan dana, dan memperluas bisnis.

Tessa menjelaskan, bahwa founder perempuan terkadang merasa tertinggal dibanding dengan founder laki-laki. Karena, tidak ada platform untuk memfasilitasi founder perempuan berbagi dan belajar satu sama lain.

Baca Juga:

Mengenal Bisnis Barang Preloved Branded

Kenali beberapa tantangan yang harus diketahui saat membangun sebuah startup teknologi (Foto: Pixabay/Startupstockphotos)

Lebih lanjut Tessa menambahkan bahwa mendapatkan bimbingan juga menjadi tantangan lain. Lantaran hanya ada beberapa pemimpin perempuan yang bisa dihubungi untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penggalangan dana, pitch deck, dan valuasi perusahaan.

"Kekuatan network sangat penting. Tanpa dukungan sesama wanita, saya tidak dapat saling berkolaborasi dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnis," jelas Tessa seperti dikutip Antara.

Studi Boston Consulting Group (BCG) pada 2022 menunjukan bahwa industri teknologi Asia Tenggara cukup beragam, dengan 32 persen perempuan menempati posisi sebagai tenaga kerja sektor teknologi. Namun, hanya sebagian kecil startup di kawasan tersebut yang memiliki founder perempuan.

Sementara itu, Findexable pun mengungkapkan bahwa hanya satu persen founder perempuan di industri tekfin yang menerima pendanaan secara global pada 2021.

Mengenai ini, Venture Capital Business Development Manager ASEAN Amazon Web Services (AWS), Nicha Suebwonglee, mempunyai pengalaman serupa saat menjadi Co-Founder di startup OTT yang berbasis di Bangkok beberapa tahun lalu.

Nicha merasa sangat sulit untuk mendapat dukungan. Meski begitu, situasi tersebut tak lantas membuatnya merasa rendah diri. Dari pengalamannya, dia belajar bahwa sebagai seorang perempuan, ada saatnya kamu merasa ragu untuk mengutarakan pikiran yang mengakibatkan kerugian.

Dari sisi investor, Partner East Ventures, Avina Sugiarto, memaparkan bahwa sebuah hal yang langka bagi perempuan untuk menjadi investor pernah berlangsung pada masa awal karirnya. Dia percaya bahwa sekarang kondisinya jauh lebih baik walau masih membutuhkan banyak upaya untuk membuat sebuah kemajuan.

Baca Juga:

Tips Memilih Supplier untuk Bisnis Kuliner

Pentingnya kekuatan network dalam membangun sebuah bisnis (Foto: Pixabay/Pexels)


Menurut studi BCG, lebih dari 50 persen lulusan perguruan tinggi di Indonesia merupakan perempuan. Namun, hanya 32 persen dari tenaga kerja adalah perempuan. Pada tingkat manajemen senior dan CEO atau dewan, hanya 18 persen dan 15 persen yang merupakan perempuan.

Avina menjelaskan, saat ini 25 persen dari portofolio aktif East Ventures memiliki setidaknya satu founder perempuan. Dia percaya East Ventures akan terus mendukung pemberdayaan perempuan dan berkontribusi untuk mengurangi ketidaksetaraan gender.

Dia juga bertekad meningkatkan keragaman dalam industri teknologi melalui platform 'Women With Impact', guna memfasilitasi terciptanya hubungan yang bermakna antara investor dan founder. (Ryn)

Baca Juga:

Unik, Startup Produksi Daging Berbasis Udara

#Startup #Bisnis
Bagikan
Ditulis Oleh

Raden Yusuf Nayamenggala

I'm not perfect but special
Bagikan