MerahPutih.com- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjawab soal laporan Amerika Serikat (AS) yang menyinggung soal pelanggaran privasi dalam penggunaan PeduliLindungi.
Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, dugaan tersebut tidak berdasar.
Baca Juga:
"Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar," kata juru bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, Jumat (15/4).
Dia mengatakan laporan AS itu tidak menuduh PeduliLindungi melanggar HAM. "Marilah kita secara seksama membaca laporan asli dari US State Department. Laporan tersebut tidak menuduh penggunaan aplikasi ini melanggar HAM," jelas dia.
Dia berharap tidak ada pihak yang menyimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM pada penggunaan PeduliLindungi.
"Kami memohon agar para pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran," tutur Nadia.
Nadia mengatakan PeduliLindungi telah berkontribusi pada penanganan pandemi COVID-19.
Baca Juga:
Bertambah 1.755 Kasus COVID-19, Kemenkes Klaim Terjadi Pelandaian
Dia mengatakan rendahnya penyebaran COVID-19 di Indonesia tak lepas dari penggunaan aplikasi itu.
PeduliLindungi turut berkontribusi pada rendahnya penularan COVID-19 di Indonesia dibanding negara tetangga dan bahkan negara maju.
"Aplikasi ini memiliki peran yang besar dalam menekan laju penularan saat kita mengalami gelombang Delta dan Omicron," ucapnya.
Dia menyebut PeduliLindungi telah mencegah 3.733.067 orang dengan status merah (vaksinasi belum lengkap) memasuki ruang publik dan telah mencegah 538.659 upaya orang yang terinfeksi COVID-19 (status hitam) melakukan perjalanan domestik atau mengakses ruang publik tertutup. Angka itu merupakan data dari tahu 2021-2022.
Nadia mengatakan PeduliLindungi memuat prinsip-prinsip tata kelola aplikasi yang jelas, termasuk kewajiban untuk tunduk dengan ketentuan perlindungan data pribadi.
Pengembangan PeduliLindungi juga mengacu pada kesepakatan global dalam Joint Statement WHO on Data Protection and Privacy in the COVID-19 Response tahun 2020.
Aturan ini menjadi referensi berbagai negara atas praktik pemanfaatan data dan teknologi protokol kesehatan COVID-19.
Keamanan sistem dan perlindungan data pribadi di PeduliLindungi, katanya, juga menjadi prioritas Kementerian Kesehatan.
Siti Nadia menjamin seluruh fitur PeduliLindungi beroperasi dalam suatu kerangka kerja perlindungan dan keamanan data yang disebut Data Ownership and Stewardship.
Persetujuan (consent) dari pengguna juga disebut menjadi layer dalam setiap transaksi pertukaran data. Selain metadata dan data itu sendiri, misalnya pada fitur check in di area publik, akses pada perangkat, perekaman geolokasi, dan penghapusan history penggunaan.
Sekedar informasi, sebuah laporan resmi yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS), pekan ini. Laporan ini menganalisa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di 2021 di 200 negara.
Laporan tersebut juga memuat Indonesia. Dalam laporan berjudul "Indonesia 2021 Human Rights Report" itu, AS menyebut ada indikasi aplikasi pelacakan COVID-19 Indonesia, PeduliLindungi, telah melakukan pelanggaran HAM.
Washington menyebut PeduliLindungi memiliki kemungkinan untuk melanggar privasi seseorang.
Pasalnya, informasi mengenai puluhan juta masyarakat ada di dalam aplikasi itu dan pihak aplikasi juga diduga melakukan pengambilan informasi pribadi tanpa izin.
AS pun menyebut indikasi ini sempat disuarakan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun tidak dijelaskan secara rinci siapa saja LSM tersebut. (Knu)
Baca Juga:
Terawan Dipecat IDI, Legislator PAN Minta Kemenkes Turun Tangan