Kemarahan Jokowi Dinilai Bentuk Lepas Tanggung Jawab dan Mencari Kambing Hitam
MerahPutih.com - Pengamat politik Pangi Swayri Chaniago menilai, kinerja kementerian yang jeblok memancing kejengkelan serta emosi Presiden Jokowi dalam pidatonya di hadapan para menteri.
Menurut Pangi, sikap marah-marah Presiden Jokowi dipertontonkan di hadapan para menteri jadi dagelan politik, mencari “kambing hitam” demi menutupi kelemahannya sebagai presiden dalam menjalankan roda pemerintahan.
Baca Juga:
"Bagaimana mungkin kita bisa mahfum bahwa kegagalan pemerintahan tertumpu pada kelemahan pembantu presiden? Bagaimana ceritanya kalau presidennya tak punya strong leadership yang berkelas, apakah masih bisa mengerakkan gerigi rotari? Memberikan pengaruh dan energi positif bagi menterinya dan menjadi kekuatan/semangat bagi para menteri?" jelas Pangi, Rabu (1/7).
Pangi melanjutkan, kegagalan menteri adalah kegagalan Presiden Jokowi sendiri. Sebab, presiden dan menteri itu satu kesatuan orkestra yang memainkan lagu dan musik secara bersama.
"Sebetulnya ini bagian integrasi atau satu kesatuan, pada dasarnya adalah bagian yang tak terpisahkan, dalam mengerakkan keberhasilan roda pemerintahan yang sedang beliau pimpin. Tempo permainan harus sama, tidak masuk akal comman sense tertumpu kesalahan dengan menyalahkan salah satunya aktor saja," jelas Pangi.
Ia menyebut, yang dipertontonkan di ruang publik ibarat “menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri”.
"Ini adalah dagelan politik yang sedikit agak memalukan, pada saat yang sama sebetulnya Presiden mengonfirmasi atau membuat pengakuan atas kegagalannya dalam memimpin lewat kinerja menterinya yang inkompeten," jelas Pangi.
Di sisi lain kemarahan pejabat di ruang publik seringkali dijadikan sebagai alat politik.
Pangi menyebut, ini adalah kesempatan bagi Jokowi untuk terus memposisikan dirinya terlihat “cuci tangan bersih".
"Sementara pihak yang paling layak disalahkan atas ketidakmampuannya dalam menjalankan roda pemerintahan adalah para menteri yang tidak becus bekerja, bukan dirinya sebagai presiden," terang dia.
Pangi meyakini, langkah ini bagian dari strategi mengeser perhatian publik, yang tadinya kinerja pemerintah yang buruk tertuju atau fokus pada kelemahan strong leadership seorang presiden.
"Harapannya desain tekanan publik dari awalnya mempersalahkan presiden bergeser menyalahkan menteri," terang dia.
Baca Juga:
Pangi menyarankan, ketimbang marah-marah di depan para menteri, jauh lebih berkelas beliau melakukan reshuffle senyap berbasis kinerja, bukan lagi waktunya reshuffle berbasis bagi-bagi kue kekuasaan, tapi reshuffle wajib berbasis key performance indicator (KPI) yang terukur, bukan penilaian berdasarkan like or dislike, asumsi, pikiran liar, berdasarkan penilaian klaim semata.
Jokowi tak perlu marah-marah, mengguliti menteri di depan publik, sama saja buka aibnya sendiri, sama saja ketidakmampuan presiden sendiri dipertontonkan.
"Jauh lebih baik/terhormat langsung saja reshuffle tanpa bising di ruang panggung publik, presiden ceramah, ngomel di depan menteri sudah enggak menarik lagi dipertontonkan, sudah enggak zamannya menteri diceramahi pakai marah-marah sagala," tutup analis politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini. (Knu)
Baca Juga: