MerahPutih.com - Kejaksaan Agung berharap ada harmonisasi dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Saat ini, sudah ada beberapa regulasi lain yang mengatur soal perampasan aset. Misalnya terdapat dalam KUHAP dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Kalau pemerintah secara umum sudah oke, yang penting perlu harmonisasi dengan undang-undang yang lain," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung Ali Mukartono, di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (22/2).
Baca Juga:
KPK: RUU Perampasan Aset Berikan Efek Jera bagi Koruptor
Ali mengatakan, dalam beberapa produk hukum tidak terjadi harmonisasi. Contohnya, pada definisi keuangan negara yang dalam beberapa undang-undang diartikan berbeda.
"Itu di Undang-Undang BPK ada, di Undang-Undang Korupsi beda, di UU No. 17/2003 (tentang Keuangan Negara) ada. Itu bingung kita pakai yang mana?" ujar Ali.
Ia berharap, agar contoh kasus tersebut tidak terjadi dalam pembahanan RUU Perampasan Aset.
"Kita harapkan ada harmonisasi. DPR nanti melakukan itu lah, kita lihat," imbuhnya.
Ketika disinggung mengenai posisi Kejagung dalam memandang urgensi hadirnya UU Perampasan Aset, Ali masih enggan berkomentar banyak. Ia mengaku belum membaca draf dari RUU tersebut.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Pidana menjadi salah satu RUU prioritas untuk segera dibahas karena keberadaannya sangat urgen dan sudah terpenuhi aspek kelengkapan teknisnya.
"Sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi, tentu saya melihat RUU ini layak untuk dibahas dan menjadi prioritas. Kelengkapan teknis untuk menjadi salah satu RUU Prioritas sudah terpenuhi," kata Willy di Jakarta, Senin (22/1).
Dia menjelaskan, wacana RUU Perampasan Aset Pidana sebenarnya sejak zaman Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah ramai di publik. Menurut dia, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sudah merampungkan naskah akademik atas RUU tersebut sejak tahun 2012 namun terus-menerus mengalami penundaan untuk diajukan ke DPR.
"Namun entah mengapa RUU ini terus-menerus mengalami penundaan walaupun tahun 2016 yang lalu sempat hampir dibahas. DPR tentu akan sangat menerima secara baik Surat Presiden atas pengusulan RUU tersebut secara formal," ujarnya. (Pon)
Baca Juga:
Perampasan Aset Koruptor Lebih Timbulkan Efek Jera Dibandingkan Hukuman Mati