Kehidupan Seksual Perempuan di Negara Komunis Lebih Memuaskan, Mengapa?

Rina GarminaRina Garmina - Jumat, 29 September 2017
Kehidupan Seksual Perempuan di Negara Komunis Lebih Memuaskan, Mengapa?
Kehidupan seksual perempuan di Negara Komunis lebih memuaskan ketimbang Negara Demokratis. (Foto: Pixabay)

LINGKUNGAN suram, larangan bepergian, hingga kecemasan pada keselamatan pribadi dan keluarga. Itulah gambaran kehidupan di Negara Komunis seperti Eropa Timur tempo dulu. Namun, dibalik semua kesan negatif tersebut, ada kesenangan tersembunyi.

Perempuan-perempuan Negara Komunis ternyata mendapatkan fasilitas yang tidak dinikmati perempuan di Negara Demokratis. Kebutuhan intelektual dan hak-hak pekerja terpenuhi. Ibu dan anak mendapatkan tunjangan sejak janin masih di dalam kandungan. Dan yang terpenting: perempuan yang hidup di Negara Komunis merasa lebih puas dengan kehidupan seksual mereka.

Sebuah temuan lama dari studi banding kehidupan sosial pada 1990, usai robohnya tembok Berlin mengungkapkan, perempuan di Jerman Timur mengalami orgasme dua kali lebih besar dibandingkan perempuan di Jerman Barat. Sebelum tembok Berlin runtuh, Jerman Timur merupakan Negara Komunis.

Tabir terungkap

Terungkapnya tabir ini berawal dari cerita Ana Durcheva pada 2011. Perempuan asal Bulgaria yang kala itu berusia 65 tahun. Ana mengaku telah 43 tahun hidup di Negara Komunis. Setelah rezim komunis tumbang, ia mengeluhkan pasar bebas yang telah menghalangi kemampuan penduduk Bulgaria hidup dalam hubungan yang sehat dan penuh cinta.

"Tentu saja ada hal buruk ketika itu (negara dikuasai rezim komunis), tetapi kehidupanku sangat romantis," ungkapnya.

Setelah bercerai, ia mendapatkan pekerjaan dan gaji. Ana juga tidak memerlukan pasangan untuk membiayai hidupnya. Dan dia dapat berbuat sesuka hatinya.

Bertahun-tahun menjadi janda beranak satu, Ana mengaku kehidupannya sebelum 1989 sangat memuaskan dibandingkan kehidupan putrinya dilahirkan pada 1970.

"Yang dilakukan (putriku) hanya bekerja dan bekerja," paparnya pada 2013.

Ketika pulang ke rumah pada malam hari, ia terlalu lelah untuk berhubungan seks dengan suaminya. Begitu pula sang suami, sama-sama pulang dalam kondisi lelah. Mereka berdua duduk di depan TV bak zombie.

"Waktu aku seusianya, kehidupan asmaraku lebih menyenangkan," tambah Ana sebagaimana dikutip dari nytimes.com.

Perbedaan gaya hidup

Setelah rezim komunis tumbang, perbedaan gaya hidup pun terjadi. Pada 2016, Daniela Gruber tak kunjung menikah di usianya yang memasuki kepala tiga. Ibunya yang lahir dan dibesarkan di Negara Komunis amat memaksa ia segera menikah dan hamil.

"Dia tidak mengerti betapa sulitnya hamil dan punya anak saat ini. Sebelum Tembok Berlin runtuh, keadaannya lebih mudah," ujarnya.

Saat itu, taman bermain dan tempat penitipan akan ada di mana-mana. Perempuan dapat mengajukan cuti hamil tanpa takut kehilangan pekerjaan. Sekarang tak ada lagi kenyamanan seperti itu. Daniela bekerja dengan sistem kontrak sehingga seolah tak punya waktu untuk hamil.

Perbedaan generasi anak perempuan dan ibunya yang mencapai kematangan pada masa berbeda membentuk kesimpulan: perempuan yang hidup di era komunis lebih bahagia. Dan mereka bersyukur pernah mengalami hidup di bawah kekuasaan rezim yang memandang emansipasi perempuan sebagai pusat kemajuan masyarakat "ilmiah sosialis".

Nah, jelas sudah alasan mengapa perempuan yang dahulu hidup di Negara Komunis memiliki kehidupan seksual yang lebih bergairah dan memuaskan. Jika diminta memilih, Anda lebih baik hidup di masa rezim komunis masih berkuasa atau sekarang?

Artikel ini dibuat berdasarkan laporan Sucitra De, kontributor Merahputih.com wilayah Banten dan sekitarnya. (*)

Anda juga bisa mendapatkan informasi lain mengenai kehidupan seksual pada artikel Ingin Kehidupan Seks Lebih Baik? Kencinglah Sambil Jongkok.

#Seks #Negara Komunis #Negara Demokratis
Bagikan
Ditulis Oleh

Dian Sucitra

Bukan Jawara Banten
Bagikan