Kedatangan Direktur IMF Tak Berarti Indonesia Kembali Berutang

Eddy FloEddy Flo - Rabu, 02 September 2015
Kedatangan Direktur IMF Tak Berarti Indonesia Kembali Berutang
Menkeu Yunani Yanis Varoufakis mendengarkan Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF) Christina Lagarde (kanan) di Luxemburg, Kamis (18/6). (Foto Antara/Reuters/Francois Lenoir)

MerahPutih Nasional – Kedatangan Direktur Dana Monoter Internasional (IMF) Christine Lagarde pada tanggal 1-2 september 2015 di Jakarta menjadi kontroversi di mata publik. Pasalnya, kedatangan Christine Lagarde tersebut dicurigai membawa agenda untuk menawarkan utang IMF terhadap Indonesia untuk bantuan ekonomi ketika kondisi ekonomi Indonesia melemah karena penurunan nilai rupiah.

Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR RI Johnny G Plate mengatakan, bahwa isu yang sedang berhembus di masayarakat itu dinilainya tidak mendasar. Sebab, saat ini indonesia belum membutuhkan utang dari pihak mana pun, apa lagi IMF.

“Indonesia pada saat ini devisanya masih cukup kuat, second line of defence-nya masih banyak belum terpakai. Yang sama sekali belum terpakai,” kata Johnny melalui pesan singkat kepada redaksi merahputih.com, Selasa (1/9).

Meski demikian, Johnny meyakini, second of line defence adalah perjanjian yang mendukung melalui bilateral,dengan beberapa negara seperti, Korea, Tiongkok, Jepang, dan Australia, yang berposisi sebagai mitra terhadap pengamanan keuangan internasional. Sehingga, jaringan inilah yang dapat digunakan sewaktu ada kebutuhan mendesak.

"Saat ini pun belum menjadi waktu mendesak untuk menggunakannya," paparnya.

Senada dengan Plate, dalam kesempatan diskusi ekonomi di Fraksi Partai NasDem, wartawan senior Suryopratomo mengatakan, bahwa Indonesia telah memiliki jaringan dan kesepakatan dengan sejumlah negara dalam hal pengaman keuangan. Jaringan ini dapat digunakan sewaktu-waktu saat Indonesia membutuhkan dukungan cepat untuk mengamankan sistem keuangan.

Dia menyebutkan, sejumlah kerjasama Indonesia dengan negara lain yang dapat segera digunakan apabila Indonesia membutuhkan uang cepat yaitu Chiang Mai Initiative Multilateralization senilai USD 22,76 miliar, ada juga Billateral Swap Arrangement dengan Bank Of Japan senilai USD 22,76 miliar, demikian pula dengan People Bank Of China dan lainnya.

Baik Johny maupun Suryopratomo meyakini, bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini jauh berbeda dengan kondisi Indonesia 1997-1998 saat Michel Camdessus berdiri angkuh di belakang Soeharto saat Presiden RI itu menandatangai kesepakatan hutang terhadap IMF yang berujung memburuknya krisis ekonomi Indonesia saat itu.

Selain itu, dengan adanya LPS yang berdiri tahun 2004, dan indikator ekonomi yang dinilai jauh lebih baik, Johnny meyakini bahwa tidak beralasan Indonesia meminta hutang dari IMF. Dan kedatangan Direktur IMF tidak ada kaitannya dengan tawaran hutang.

“Kita belum perlu ada pinjaman dari IMF saat ini, tidak ada kaitannya dengan itu,” tutupnya. (gms)

 

Baca Juga:

Ini Penjelasan Kemenkeu soal Utang ke IMF

Tak Mau Disebut Pembohong, SBY Kritik Jokowi Soal Utang ke IMF

Orasi Jokowi di KAA, IMF dan Bank Dunia Harus Dibubarkan

 

 

#Krisis Moneter #Dana Moneter Internasional #IMF
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian
Bagikan