BANYAK kebiasaan yang lahir sejak corona virus melanda. Saat ini, pasti kamu tidak lagi heran jika melihat orang-orang yang menggunakan masker, shower cap, face shield, dan sarung tangan ketika sedang berbelanja. Bahkan, bisa jadi kamu adalah salah satu dari mereka yang sangat preventif ketika hendak bepergian keluar rumah.
Coba bayangkan satu tahun yang lalu. Mungkin, kamu akan menertawakan orang-orang tersebut dan menganggap mereka sebagai freak. Nah, fenomena itu merupakan bagian dari gaya hidup kenormalan baru yang saat ini sedang kita terapkan.
BACA JUGA:
Sesuaikan dengan Sifat dan Kepribadian, ini 4 Ide Hadiah Natal
New normal pun bukan baru kali saja terjadi. Ketika Ramadan yang dirayakan lebih dari 87,2% masyarakat Indonesia, banyak yang mengubah pola makan, jam tidur, bersekolah hanya setengah hari, serta kesadaran untuk menjaga jarak karena aroma mulut yang kurang sedap.

Para nonmuslim akan ikut melakukan kesadaran untuk tidak sembarangan makan dan minum di depan umum untuk menghormati mereka yang sedang berpuasa. Puasa membuat para umat muslim melatih kebiasaan dan pemaknaan baru, salah satunya ialah rasa lapar yang dimaknai sebagai pelajaran untuk merendahkan hati.
Kala Ramadan berakhir, umat muslim berharap agar kebiasaan baik akan terbawa di bulan-bulan berikutnya mulai dari menahan godaan makan, tidak terjebak dengan kehidupan malam yang identik dengan minuman beralkohol, tak terpancing untuk bergosip, dan rajin baca kitab suci.

Sayangnya, kebiasaan-kebiasaan tersebut kerap mengendur sampai kemudian diingatkan kembali pada Ramadan tahun berikutnya. Lantas, apakah new normal yang mempromosikan kebersihan dan kesehatan ini akan benar-benar mengubah perilaku kita di masa depan? Sampai kapan akan bertahan?
Menurut penelitian dari BAYK Strategic Sustainability, perubahan itu butuh pemicu. Pemicu new normal saat ini ialah rasa takut, sakit, dan kecemasan. Karena takut terkena COVID-19, lebih dari 60% orang bekerja dan beribadah dari rumah. Mereka mengakui bahwa WFH lebih bisa membuat mereka irit ongkos transportasi dan biaya makan di luar rumah.
Setelah vaksin hadir dan pandemi berakhir, amat mungkin rasa takut dan cemas akan hilang karena sudah tidak ada lagi kabar mengenai kematian, rumah sakit yang penuh, serta tidak diperlukan lagi protokol kesehatan yang sangat berlebihan ketika ingin bepergian. Karena pemicunya hilang, the old normal amat mungkin kembali berlaku.
BACA JUGA:
Sebagian lain ada yang merasa mendapat pencerahan atas pandemi ini. Mulai dari urusan higienitas, stay at home, belajar, dan masak di rumah, serta pola konsumsi.
Dari penelitian BAYK, yang akan ngegas setelah pandemi usai ialah para UMKM, terutama di sektor kreatif yang memiliki produk dengan social currency alias mata uang sosial. Hal itu bisa mengangkat pencitraan seseorang.
Buat kamu nih, apakah kira-kira kamu tetap memperhatikan kesehatan dan kebersihan ketika pandemi berakhir?(SHN)
Baca Juga: