Keadilan Restoratif Kejaksaan dan Polri Dinilai Rawan Disalahgunakan

Zulfikar SyZulfikar Sy - Kamis, 27 Januari 2022
Keadilan Restoratif Kejaksaan dan Polri Dinilai Rawan Disalahgunakan
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. (ANTARA/HO-Divisi Humas Polri)

MerahPutih.com - Upaya keadilan restoratif jadi moto baru institusi kepolisian dan kejaksaan.

Namun, Ketua Setara Institute Hendardi berpendapat, pendekatan keadilan restoratif ini rentan menjadi instrumen transaksional bila tanpa ada ketentuan yang jelas.

"Penerapan restorative justice tanpa ketentuan yang jelas dan penerapan yang akuntabel memang bisa jadi rentan dan menjadi instrumen transaksional," kata Hendardi kepada Merahputih.com di Jakarta, Kamis (27/1).

Baca Juga:

Habiburokhman Nilai Keadilan Restoratif Bisa Diterapkan di Kasus Ferdinand Hutahaean

Menurut dia, pekerjaan selanjutnya dari Polri adalah bagaimana mengontrol penerapan pendekatan ini.

"Sehingga tidak menjadi ruang negosiasi pihak berperkara dan memastikan penerapannya selektif, berkeadilan, dan akuntabel," tegas Hendardi.

Sementara di Kejaksaan Agung, yang juga memiliki aturan tersendiri, restorative justice bisa dimaknai sebagai koreksi atas langkah kepolisian yang terlanjur melakukan proses penyidikan atas suatu perkara.

"Padahal bisa diselesaikan dengan dengan pendekatan keadilan restoratif, " katanya.

Sebagai pengendali kebijakan penuntutan, sesuai asas dominus litis, tambah dia, peran kejaksaan sangat strategis untuk memastikan bahwa limpahan perkara dari kepolisian bukan sesuatu yang diterima begitu saja.

"Dengan demikian, penerapan keadilan restoratif di tubuh kejaksaan berkontribusi signifikan pada penguatan sistem peradilan pidana," kata Hendardi.

Untuk memperkuat penerapan keadilan restoratif ini, ujar dia, sejumlah regulasi perlu disusun, sambil menunggu pengaturan yang lebih kokoh sebagaimana telah direncanakan untuk diadopsi dalam RUU KUHAP.

Baca Juga:

Punya UU Baru, Jaksa Agung Janji Kedepankan Keadilan Restoratif

Penerapan prinsip keadilan restoratif ini bukan melulu mengandalkan diskresi Kapolri atau Jaksa Agung, tetapi harus berpedoman pada ukuran-ukuran yang disepakati.

"Sehingga potensi-potensi abusif atas pendekatan ini bisa dihindari," tutup Hendardi.

Institusi Polri dan Kejaksaan Agung sempat merilis kinerja pengarusutamaan pendekatan restorative justice (RJ) dalam penanganan perkara pidana.

Polri merilis 11.811 kasus diselesaikan dengan pendekatan restorative justice sepanjang tahun 2021.

Sedangkan Kejagung merilis 53 kasus sepanjang Januari 2022 juga diselesaikan dengan pendekatan yang sama.

Langkah dua institusi penegak hukum ini merupakan salah satu ikhtiar untuk menangani problem akut overcapacity lembaga pemasyarakatan.

Hal ini akibat orientasi penegakan hukum yang memusat pada tujuan retributif, yakni keadilan dalam bentuk pembalasan yang berujung pada pemidanaan.

Ikhtiar serupa sempat didorong oleh berbagai kalangan untuk menyusun suatu regulasi setingkat Peraturan Presiden tentang Reorientasi Penyidikan Perkara Pidana di Kepolisian, tetapi hingga hari ini tidak tuntas. (Knu)

Baca Juga:

Jaksa Agung Minta Keadilan Restoratif Diterapkan Sesuai dengan Maksud dan Tujuan

#Kapolri #Polri #Kejaksaan Agung
Bagikan
Bagikan