Kasus Kematian Akibat Omicron di Jawa-Bali Didominasi Orang Belum Vaksin Lengkap

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Senin, 31 Januari 2022
Kasus Kematian Akibat Omicron di Jawa-Bali Didominasi Orang Belum Vaksin Lengkap
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. ANTARA/HO-Biro Pers Setpres/Muchlis Jr/aa

Merahputih.com - Terjadi peningkatan kasus kematian akibat COVID-19 di tengah kenaikan varian omicron untuk wilayah Jawa-Bali.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan dari 27 pasien yang mengalami gejala berat atau sedang, 59 persen diantaranya memiliki komorbid, 30 persen lansia, dan 63 persen belum vaksin lengkap.

Baca Juga:

Lima Wilayah Jakarta Masuk Zona Merah Omicron

"Jadi kalau terjadi sama saudara-saudara yang tidak patuh pada ini, saya pikir Anda sendiri harus bertanggung jawab pada diri sendiri," ujar Luhut dalam keterangannya, Senin (21/1).

Luhut mengatakan, sebagian besar kematian dalam waktu dekat ini disebabkan oleh penyakit bawaan atau komorbid, lansia, dan juga yang belum divaksin lengkap.

"Jadi Anda yang belum divaksin lengkap itu mempunyai peluang juga untuk dapat mengalami hal yang sangat tidak baik," imbuh Luhut.

Untuk itu pemerintah terus meminta kepada masyarakat yang belum melengkapi vaksin agar dapat melengkapinya. Sementara, bagi yang sudah mendapat tiket booster juga segera mendatangi gerai-gerai vaksin yang telah disiapkan oleh pemerintah.

Luhut tidak tutup mata terhadap penularan kasus Omicron di Indonesia yang kian bertambah setiap harinya.

Vaksinasi lansia. (Foto: MP/Dicke Prasetia)
Vaksinasi lansia. (Foto: MP/Dicke Prasetia)

Pemerintah lantas belajar dari berbagai sumber data terkait tingkat rawat inap pasien COVID-19 varian omicron di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Israel, Afrika Selatan maupun Inggris.

"Namun jumlah rawat inap di negara tersebut jauh lebih tinggi dikarenakan jumlah kasus di negara tersebut meningkat hingga lebih dari tiga kali dibandingkan dengan delta," ujar Luhut.

Dari data tersebut, pemerintah coba menganalisa, jumlah rawat inap rumah sakit di Indonesia dapat lebih tinggi daripada delta.

"Apabila kasus harian meningkat lebih dari tiga kali seperti tahun lalu hampir 56 ribu, bisa saja nanti bila kita tidak berhati-hati," tegas Luhut.

Namun, ia memperkirakan angka tersebut kecil kemungkinan terjadi. Karena berdasarkan berbagai simulasi yang pemerintah susun dengan para pakar, angka ini masih jauh.

"Kita tidak perlu khawatir berlebihan, tetapi kita tetap perlu super waspada," imbuh Luhut.

Berkaca pada kasus konfirmasi per 30 Januari 2022, jumlahnya masih berada di angka 1/5 dari puncak delta pada Juli tahun lalu. Selain itu, jumlah yang dirawat di rumah sakit saat ini masih sangat cukup aman, 1/10 dari puncak delta.

"Estimasi kami dilakukan sebagai langkah mitigasi apabila terjadi keganasan dari Omicron ini, Kementerian Kesehatan telah menyiapkan fasilitas kesehatan yang sangat memadai, jauh lebih bagus dari tahun yang lalu," tuturnya. Ia menyatakan kebijakan oleh Pemerintah untuk penanganan pandemi dilakukan secara konsisten.

Baca Juga:

Kata Pemprov DKI Soal Usulan Meniadakan Ganjil Genap di Tengah Penyebaran Omicron

Menurutnya segala kebijakan di lapangan harus dilakukan secara dinamis menyesuaikan segala tantangan yang ada di masa Pandemi khususnya Omicron.

"Segala kebijakan di lapangan harus dilakukan secara dinamis, ini yang sering disebut berubah-ubah justru ini dilakukan untuk lakukan kombinasi terbaik” kata Luhut.

Luhut menjelaskan kombinasi tersebut merupakan kepentingan kesehatan dan perekonomian bagi masyarakat Indonesia.

“Presiden terus mendorong kami para pembantunya untuk menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghadapi kasus hari ini, oleh karena itu memonitor jumlah kasus terkonfirmasi secara harian,” urainya. (Knu)

#COVID-19 #Kasus Covid #Vaksin Covid-19
Bagikan
Bagikan