Merahputih.com - Tindakan rasisme terhadap George Floyd di Amerika Serikat tidak bisa disangkutpautkan dengan permasalahan yang terjadi di Papua. isu Papua sering diidentikkan dengan persoalan disintegrasi karena tuntutan merdeka.
”Sangat sulit untuk menggandengkan dua isu (rasisme dan separatisme) secara bersamaan, karena terdapat perbedaan konteks sejarah dan kepentingan,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR Fraksi PKS Abdul Kharis Almasyhari kepada wartawan, Kamis (11/6).
Baca Juga
Jokowi Tetapkan Revisi Defisit APBN 2020 Naik Jadi Rp1.039,2 T
Berdasarkan pengalaman dari beberapa negara, rasisme cenderung dibangun secara sistemik oleh sistem pemerintahan maupun masyarakat. Dengan demikian, untuk memahami praktik rasisme diperlukan pemahaman mengenai konteks dan kepentingan.
Dampak dari sistem yang rasis adalah terjadinya pembelahan masyarakat dan ketimpangan ekonomi, politik, dan sosial budaya sehingga rentan dimanipulasi untuk kepentingan-kepentingan jangka pendek dan juga ideologis jangka panjang.
"Indonesia juga mewarisi persoalan sistem kolonialis Belanda terkait etnis misalnya, pribumi dan non pribumi,” ucapnya.

Dalam konteks Papua, masyarakat merasa mendapatkan perlakuan diskriminatif khususnya terkait dengan proses hukum kasus rasisme di Surabaya.
”Konstitusi negara tegas disampaikan persamaan hak setiap warga negara. Jadi menurut saya kurang tepat membandingkan kasus Floyd dengan Papua,” kata politikus PKS ini.
Baca Juga
Washington DC Mulai Rusuh, Pentagon Kirim Ribuan Tentara ke Ibu Kota AS
Bagi Abdul Kharis, isu Papua sering diidentikkan dengan persoalan disintegrasi karena tuntutan merdeka. Akan tetapi, sangat sulit untuk menggandengkan dua isu (rasisme dan separatisme) secara bersamaan, karena terdapat perbedaan konteks sejarah dan kepentingan.
"Jadi menurut saya kurang tepat membandingkan kasus floyd dengan papua," tegas Abdul Kharis. (Knu)