Kasal Ingatkan Bahayanya Penggunaan Pukat Harimau

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Selasa, 22 Mei 2018
Kasal Ingatkan Bahayanya Penggunaan Pukat Harimau
Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Ade Supandi (tengah) tiba di Markas Komando Pangkalan TNI AL Bengkulu, Senin (21/5) (ANTARA FOTO/David Muharmansyah)

Merahputih.com - Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Ade Supandi mengingatkan para nelayan untuk tidak menggunakan alat tangkap terlarang pukat harimau atau "trawl".

"Kalau pakai jaring yang dilarang maka itu akan mengancam kelestarian sumber daya laut kita," kata Ade saat kunjungan kerja di Bengkulu, Selasa (22/5).

Penggunaan alat tangkap dengan jaring yang sangat halus akan turut menyapu seluruh telur-telur dan ikan-ikan yang masih kecil-kecil. Karena itu, ia berpesan agar nelayan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan mengutamakan prinsip keberlanjutan.

Alat tangkap pukat harimau atau trawl masih digunakan sejumlah kecil nelayan di perairan Bengkulu. Data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu menyebutkan di wilayah Kota Bengkulu masih ada 126 unit kapal pengguna trawl dengan ukuran di bawah 10 Gross Tonnage (GT) dan 48 kapal untuk ukuran di atas 10 GT.

Sedangkan di Kabupaten Mukomuko masih ada sebanyak 171 kapal dan seluruhnya ukuran di bawah 10 GT. "Untuk wilayah Mukomuko sudah ada beberapa nelayan yang mengganti alat tangkap yang difasilitasi DKP," kata Kepala DKP Provinsi Bengkulu, Ivan Syamsurizal.

Ilustrai pukat harimau (trubus.id)

Penindakan penggunaan trawl menurut Ivan sudah dilakukan bersama dengan aparat penegak hukum, namun penggunaannya masih saja dilakukan nelayan secara sembunyi-sembunyi.

Di Sumatera Utara, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara minta nelayan di Kabupaten Serdang Bedagai segera menghentikan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela atau "trawl" di daerah itu, karena tidak ramah lingkungan.

"Selain itu, alat tangkap pukat harimau tersebut, juga telah dilarang pemerintah menangkap ikan di perairan Indonesia, dan harus dipatuhi oleh nelayan," kata Wakil Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Nazli.

HNSI Sumut, menurut dia, juga mengapresiasi nelayan tradisional di Kabupaten Serdang Bedagai yang menolak kegiatan penangkapan ikan "trawl", karena merusak sumber hayati di laut. "Pemerintah melalui Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Permen Nomor 2 Tahun 2015 yang melarang penggunaan alat tangkap Pukat Hela (Harimau) dan Pukat Tarik (Seine Nets), cantrang atau sejenisnya," ujar Nazli.

ilustrasi (kkp.go.id)

Ia mengatakan, penggunaan alat tangkap tersebut, juga melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Alat tangkap pukat harimau tersebut, tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan kehidupan nelayan tradisional, karena mereka kalah bersaing dalam menangkap ikan. "Kalau pukat trawl tersebut menguras habis ikan yang ada di laut, dan tidak terkecuali bibit ikan yang masih kecil juga disapu bersih," ucapnya.

Nazli menjelaskan, sedang alat tangkap yang digunakan nelayan tradisional berupa jaring cincin hanya khusus menangkap ikan tertentu dan tidak sampai merusak lingkungan di laut. Bahkan, nelayan kapal pukat harimau dengan nelayan kecil, sering terjadi uring-uringan, saat mereka menangkap ikan di laut.

Nelayan tradisional agar tetap komitmen menolak beroperasinya pukat harimau tersebut. "Jika, nelayan melihat kapal pukat harimau menangkap ikan di Perairan Serdang Bedagai (Sergai) segera melapor kepada Pol Air di Sergai maupun TNI AL untuk diambil tindakan tegas," kata Wakil Ketua HNSI Sumut itu. (*)

#KKP
Bagikan
Bagikan