CITA Tenun Indonesia (CTI) tak henti mengembangkan tenun sebagai produk fesyen nan memiliki berbagai kreasi baru. Tenun merupakan salah satu kekayaan Indonesia telah diakui keindahan motif, teknik, dan maknanya.
CTI hadir dalam Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) dan menunjukkan sejumlah karya desainernya yang dibawakan oleh para model. Tema besar tenun tersebut adalah “Jalinan Lungsi Pakan”.
“Benang yang lurus ke depan namanya lungsi. Kalau pakan benang, yang dimasukkan dari kiri ke kanan,” ujar Sjamsidar Isa nan karib dikenal sebagai Tjammy, pengurus Cita Tenun Indonesia saat acara Press Conference JFFF, Senin (5/9/2022).
Baca juga:

Tema tersebut dipilih karena tenun dibuat dari pekerjaan memasukkan benang lungsi dan benang pakan sedemikian rupa hingga jadilah satu kain bernilai tinggi. Proses menenun memakan waktu cukup lama.
Saat ini, banyak produk tenun yang dihasilkan oleh CTI. Untuk menghasilkan tenun dengan berbagai inovasi, para penenun dan pekerja tenun memerlukan pelatihan dan pembinaan. Ini disadari betul oleh CTI.
CTI didirikan oleh perempuan yang memiliki perhatian pada tenun. Ini karena perhatian pada tenun umumnya relatif rendah. Padahal Indonesia memiliki banyak jenis tenun dari berbagai daerah.

Domisili pengrajin tenun rata-rata berada di desa. Mereka punya bahan baku melimpah untuk membuat tenun. Tapi mereka hanya punya sedikit wawasan tentang tren mode sekarang dan perkembangan bahan pembuatan tenun yang berkualitas.
CTI bermaksud memberikan wawasan baru kepada mereka. Sebaliknya, CTI pun memperoleh pandangan luhur tentang tenun dari pengrajin tersebut. Melalui peragaan fesyen yang mengusung tenun, diharapkan masyarakat Indonesia tertarik dan mau untuk menggunakan tenun-tenun dari berbagai daerah di Indonesia.
CTI melakukan pembinaan kepada pengrajin tenun di 18 sentra tenun seperti di Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Lombok, Sumba Timur, Sulawesi Tenggara, dan sebagainya. Pembinaan dilakukan secara gotong-royong (team work).
Baca juga:
Kembangkan Tenun Tradisional, Dukung Kemandirian Ekonomi Ponpes

Untuk mendapatkan produk tenun berkualitas baik, CTI merekrut ahli tenun, ahli warna, dan beberapa desainer. Dalam acara JFFF, CTI membawa Didi Budiardjo, Eridani, Liliana Lim, M. Rizky Julpra atau dikenal Yuu Jengky, dan Uswa Khasanah. Mereka kaya dengan berbagai konsep.
Lima desainer tersebut juga punya konsep yang berbeda-beda. Misalnya Didi Budiardjo mengambil konsep 'pasompe' yang berasal dari bahasa Bugis. Artinya 'perantau'. Ini karena banyak perantau di Sulawesi Selatan. Didi menggunakan teknik sobby dan sutera dari Sulawesi Selatan.
Berikutnya, Eridani menggunakan kain sari dari Palembang yang disebut juga songket. Dia membuat songket lebih ringan dan modern dengan pewarna alami. Selanjutnya, Liliana Lim mengangkat tenun dari Sambas dengan konsep 'tafsir ulang'. Tenun tersebut dikombinasikan dengan bahan-bahan non-tradisional. Koleksinya pun terlihat lebih modern seperti tampak pada dress kulot, jumpsuit, dan sebagainya.
Yuu Jengky mengangkat wedding dress dengan menggabungkan tenun Lombok. Tampilan yang dibawakan modern dan seksi. Terakhir, Uswa Khasanah mengeluarkan konsep sekuel. Konsep tersebut terinspirasi dari pandemi. Dia menangkap ada babak baru untuk menemani orang berpindah dari masa pandemi ke masa normal. Koleksi yang ditampilkan bersifat formal dan kasual. (yos)
Baca juga: