MerahPutih.com - Perpanjangan masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri yang ditetapkan pemerintah menjadi 10 hingga 14 hari perlu ditinjau ulang.
Pasalnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris belum menemukan rasionalisasi yang masuk akal terkait penetapan kebijakan baru tersebut.
"Pemerintah perlu memiliki dasar alasan ilmiah sebelum mengeluarkan suatu kebijakan," kata Charles dalam keterangannya, Senin (3/1).
Baca Juga:
Jelang Nataru Penumpang KRL Tembus 400 Ribu Per Hari
Berbagai hasil penelitian di beberapa negara menunjukkan masa inkubasi dari varian Omicron jauh lebih pendek dibandingkan varian-varian sebelumnya. Rata-rata hanya 2-3 hari.
Artinya, menurut dia, seseorang sudah bisa bergejala dan bisa terdeteksi positif dalam 2-3 hari setelah terpapar varian Omicron. Sehingga, karantina 5-7 hari sebenarnya sudah cukup untuk menjaring pelaku perjalanan yang terpapar Omicron.
Ia menyebutkan yang terpenting dari karantina adalah soal mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaannya. Laporan dari pekerja migran Indonesia soal dugaan pungli di tempat karantina yang ditetapkan pemerintah perlu jadi bahan evaluasi.
"Jadi yang perlu ditambah dalam karantina itu pengawasannya, bukan harinya," ucapnya.
Baca Juga:
Antisipasi Lonjakan Penumpang Jarak Jauh, PT KAI Tambah Loket Tes Antigen
Penerapan masa karantina selama 10-14 hari jelas menurut dia bisa memberatkan secara ekonomi atau psikis bagi banyak pelaku perjalanan, baik yang dengan biaya sendiri atau yang ditanggung negara.
"Bayangkan, seorang pelaku perjalanan yang biaya karantinanya tidak ditanggung negara, harus merogoh puluhan juta rupiah untuk menjalani karantina di hotel-hotel tertentu selama 14 hari," kata dia.
Selain itu, dia juga menilai program vaksinasi Covid-19 dan penerapan vaksin penguat alias booster perlu dipercepat realisasinya. "Di tengah meningkatnya kasus COVID-19 akibat varian Omicron, pemerintah harus mempercepat upaya vaksinasi dan booster bagi masyarakat," katanya.
Menurut dia melalui vaksinasi dan penguat vaksin masyarakat akan mendapatkan perlindungan dari sakit keras dan kematian.
Baca Juga:
PT KAI Bolehkan Penumpang Bawa Hasil Tes PCR dari Luar Stasiun
Kemudian masyarakat juga tidak perlu terlampau panik dengan varian Omicron. Data-data awal dari beberapa negara seperti Afrika Selatan dan Inggris menunjukkan bahwa Omicron memang sangat menularkan tetapi gejala yang ditimbulkan relatif ringan.
"Beberapa pakar dan peneliti sudah menyebutkan bahwa varian Omicron bisa membawa kita memasuki fase endemi dari pandemi," ujarnya. (Knu)