DIMANA ada kehidupan, maka akan ada kematian. Disetiap pertemuan selalu ada perpisahan. Pandangan filosofis mempersepsikan kematian sebagai proses alamiah berakhirnya hidup. Seseorang yang mati maka akan berpisah untuk selama-lamanya.
Pada suku adat Baduy, kematian disebut dengan Kaparupuhan. Saat mereka mendengar berita kematian seseorang, maka warga kampung atau kerabat mereka akan berdatangan menunjukan rasa duka cita. Biasanya mereka datang sambil membawa beras, kelapa, gula aren, atau makanan yang sudah siap dihidangkan. Pada saat ada kematian, buyut ’tabu’ bagi suku Baduy menangis sampai mengeluarkansuara keras.
Terdapat orang yang ditugaskan untuk mengurusi jenazah pada suku adat Baduy yaitu disebut Panghulu. Ia ditugaskan untuk mengurusi jenazah dimulai dari pemandian, penguburan hingga tujuh hariannya. Jika yang meninggal itu laki-laki, jenazahnya akan diurus oleh seseorang yang disebut panghulu jalu dan jika yang meninggal dunia itu perempuan, panghulu bikang yang akan mengurus jenazahnya.
Melansir dari buku Balutan Pikukuh Persalinan Baduy, 2014, menyatakan Panghulu akan selalu ada dalam tata cara dan pelaksanaan upacara kematian suku Baduy, ritualnya sebagai berikut:
Baca Juga:

Pensucian
Pensucian diawali dengan memandikan. Memandikannya di atas batang pohon pisang, yang diletakkan di bagian samping muka rumah. Seluruh badan jenazah digosok dengan daun sirih sampai benar-benar bersih. Dikenakan pakaian adat termasuk golok yang sering digunakan sehari-hari almarhum.
Tapi, golok almarhum tadi tidak ikut dimasukan liang lahat melainkan diambil oleh Panghulu. Kemudian dilanjutkan dengan pembungkusan dengan kain kafan dan dimasukan ke dalam keranda. Pada saat jenazah diberangkatkan dari rumah duka, salah seorang kerabatnya mengantar prosesi tersebut dengan doa yang disebut ceurik panglayuan (tangisan mayat).
Penguburan
Area pemakaman sudah disiapkan makam yang telah digali dengan bambu yang diruncingkan. Selanjutnya, jenazah akan dikuburkan dengan kedalaman setinggi dada manusia dewasa. Ketika dimasukan ke liang lahat kepala berada di arah selatan dengan wajah diarahkan ke arah barat. Sebelum ditutup dengan tanah, liang lahat ditutup dengan bambu ditata miring sehingga berbentuk segitiga bila dilihat secara irisan.
Penanaman pohon
Tahap ketiga, penanaman pohon hanjuang merah di bagian kepala dan kaki. Pohon ini dipakai sebagai simbol pembatas lahan perkebunan atau pesawahan. Penanaman ini dilakukan sebagai tanda bahwa ada jenazah baru yang baru dimakamkan. Mereka tidak pernah memelihara kuburan.
Baca Juga:

Sesajen
Sesajen ditaruh diatas ancak (para-para dari bambu yang dianyam regang). Sesajen biasanya berisi nasi, lauk-pauk, kue sesuai dengan kesenangan almarhum ketika masih hidup.
Air bambu
Di permukaan makam pada bagian kepala diberi potongan bambu yang di isi air. Hal tersebut sebagai simbol pemberian air minum pada ruh almarhum. Apabila sudah dimakamkan selama tujuh hari, maka areal pemakaman tadi bisa dipergunakan sebagai ladang warga seperti ladang-ladang lainnya.
Hajatan
Keluarga yang ditinggalkan akan mengadakan hajatan dengan memotong beberapa ekor ayam. Semua suku Baduy yang membantu penyelenggaraan upacara kematian diberi makan, bahkan waktu mereka pulang pun akan dibekali nasi dengan lauknya.
Keluarga juga akan mengirim makanan dalam jumlah yang cukup banyak kepada puun (ketua adat di masing-masing kampung) dan pemangku adat lainnya. Lamanya penyelenggaraan hajatan itu paling sedikit dilakukan selama tiga hari. Setiap malam kerabat dan tetangga terdekat berkumpul, mengobrol, kemudian disuguhi makan atau makanan ringan. Begitupula selamatan di rumah duka, bila sudah tujuh hari dianggap telah selesai. Ketika sudah lewat dari tujuh hari mereka percaya bahwa roh dari orang tersebut telah pergi. (dgs)
Baca Juga: