MerahPutih.com - Polisi diduga menggunakan gas air mata kedaluwarsa saat membubarkan Aremania di Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10) lalu.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut, tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF) tengah memeriksakan gas air mata yang menjadi salah satu barang bukti tragedi Kanjuruhan. Mahfud menyampaikan, bahwa pemeriksaan untuk mengetahui tingkat kebahayaan gas air mata yang ditembakkan kepada para suporter Arema FC bagi kesehatan.
Baca Juga:
Akhir Pekan Ini, Jokowi Bakal Terima Laporan TGIPF Tragedi Kanjuruhan
Terlebih, tim TGIPF juga menemukan fakta bahwa sejumlah gas air mata bahkan telah kedaluwarsa. "Bukti-bukti penting yang didapatkan dari lapangan saat ini sedang dikaji dan sebagian juga sedang diperiksakan di laboratorium, misalnya menyangkut kandungan gas air mata," tutur Mahfud dikutip dari kanal YouTube Kemenko Polhukam, Rabu (12/10). TGIPF juga masih melakukan pemeriksaan terhadap beberapa gas air mata lainnya, untuk mengetahui apakah cairan tersebut telah kedaluwarsa atau tidak. Sementara itu, mulai hari ini, Ketua TGIPF itu menyebut pihaknya akan melakukan analisis sekaligus menyusun kesimpulan dan rekomendasi sebagai hasil dari pengusutan kasus Kanjuruhan.
Laporan tersebut, katanya, diharapkan dapat diserahkan kepada Presiden Joko Widodo pada Jumat (14/10).
Sementara itu, pakar kimia dan dosen dari Universitas Pertahanan, Mas Ayu Elita Hafizah menegaskan bahwa penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa kadar kimianya akan berkurang dan tidak menyebabkan kematian.
"Pernyataan bahwa penyebab kematian akibat penggunaan gas air mata yang kedaluwarsa adalah tidak tepat," ujar Mas Ayu dalam keterangannya, Rabu (12/10).
Menurutnya, risiko penggunaan gas air mata terhadap seseorang akan meningkat di antaranya bila ditembakkan langsung kepada seseorang, penggunaan dalam jumlah berlebihan, digunakan pada area tertutup dan digunakan pada kelompok rentan.
"Penggunaan gas air mata CS di lapangan atau ruang terbuka bersifat aman dan tidak berisiko menyebabkan korban jiwa," ucapnya.
Baca Juga:
Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan Bertambah jadi 132 Orang
Selain itu, penggunaan gas air mata oleh kepolisian yang menggunakan zat kimia chlorobenzaimalonontrile (CS) sudah sesuai standar internasional.
Terdapat lima kategori agen kimiawi. Gas air mata atau CS termasuk dalam Riot Control Agent (RCA).
"Lalu terdapat dua standar konsentrasi paparan agensi kimia yang umum digunakan dunia adalah OSHA dan NIES," paparnya.
Menurut dia, gas air mata (CS) hanya bersifat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan saluran napas.
Selain itu, dampak dari paparan dapat dikurangi dengan menerapkan hierarki pengendalian risiko.
"Hierarki pengendalian risiko dalam bentuk terendah adalah penggunaan masker. Menurut OSHA, konsentrasi ambang batas aman untuk penggunaan gas air mata adalah 0,05 ppm atau setara dengan 0,04 mg per m3," terangnya.
Sementara itu, Mas Ayu menyebut, penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu 1 Oktober 2022 lalu tidak berbahaya lantaran penggunaan gas air mata di ruang terbuka membuat konsentrasi formulanya menyebar.
Jadi, dampak paparan zat akan lebih berkurang fatalitasnya atau tidak mematikan.
Gas air mata akan dimetabolismekan oleh tubuh dan menghasilkan senyawa turunan yang dapat diterima tubuh.
"Zat kimia yang telah melewati masa kedaluwarsa tidak dapat berfungsi secara optimal," tutup dia. (Knu)
Baca Juga:
Panpel Arema Desak Polisi Lakukan Autopsi Korban Tragedi Kanjuruhan