Lingkungan
Kampanye Piring Bersih di Tiongkok Jadi Upaya Atasi Isu Limbah Makanan
TIONGKOK meningkatkan usaha mereka untuk mengurangi limbah makanan yang semakin parah sejak pandemi dengan Clean Plate Campaign atau kampanye piring bersih.
Kampanye ini didorong setelah Xi Jinping, Presiden Tiongkok, menyebut masalah limbah makanan di negara tersebut sebagai sebuah krisis. "Volume limbah makanan di Tiongkok mengejutkan dan menyedihkan," ucap Xi Jinping dalam sebuah pernyataan.
Baca juga:
Coastal Basement Menjual Produk Ramah Lingkungan Dengan Misi yang Mulia
Xinhua Net menulis bahwa Xi Jinping menekankan untuk meningkatkan perundang-undangan dan pengawasan, mengambil langkah-langkah efektif, dan membangun mekanisme jangka panjang untuk mengurangi dan menghentikan isu limbah makanan.
Melansir laman BBC, menindaklanjuti pernyataan dari Xi Jinping, Asosiasi Industri Katering Wuhan mendesak restoran di kotanya untuk membatasi jumlah hidangan yang disajikan kepada pengunjung.
Sistem ini dijuluki 'N-1', sistem di mana sekelompok pengunjung harus memesan satu hidangan kurang dari jumlah mereka. Misalnya, sekelompok 10 orang hanya bisa memesan 9 hidangan.
The Guardian menulis bahwa kota-kota lain seperti Xianning dan Xinyang juga akan menerapkan kebijakan serupa.
Baca juga:
Pharrell Williams Produksi Alat Makan Unik dari Plastik Daur Ulang
Menurut laporan yang ditulis BBC, pada 2019 di Shanghai, kota Tiongkok terbesar dan paling banyak populasinya, mewajibkan masyarakat dan industri untuk mendaur ulang sisa makanan mereka dengan benar.
Jika tidak, mereka akan menghadapi denda, atau hukuman terhadap peringkat kredit sosial mereka, hingga sistem kontroversial yang mempengaruhi prospek ekonomi dan sosial.
Global Times menulis, penghematan selalu menjadi kebajikan tradisional di Tiongkok, tetapi seiring dengan peningkatan standar hidup masyarakat, pemborosan meningkat.
Dalam penyelidikan yang dilakukan Institute of Geographic and National Resource Research dan World Wide Fund, kelompok turis, siswa sekolah dasar dan menengah, serta jamuan makan resmi adalah tiga penyebab utama pemborosan makanan.
Sampah makanan per kapita di Tiongkok mencapai 93 gram per orang per makan, dengan laju sampah 11,7 persen, tulis Global Times. "Jumlah limbah makanan yang dihasilkan Tiongkok cukup untuk memberi makan kepada 30 hingga 50 juta orang setiap tahunnya," tulis BBC dalam laporannya.
Mengapa mengatasi limbah makanan penting? Food Print menulis, di tempat pembuangan sampah, makanan secara bertahap terurai menjadi metana, gas rumah kaca yang 86 kali lebih kuat daripada karbon dioksida.
Menurut laporan dari organisasi yang berbasis di Inggris, WRAP, jika makanan dikeluarkan dari tempat pembuangan sampah di Inggris, pengurangan gas rumah kaca akan sama dengan menghilangkan seperlima dari semua mobil di Inggris dari jalan.
Lalu, Forbes menulis bahwa sebuah laporan oleh The National Resources Defense Council (NRDC) menunjukkan bahwa limbah makanan menghabiskan hampir seperempat dari persediaan air kita dalam bentuk makanan yang tidak dimakan atau lebih dari 172 miliar dolar (sekitar 2,5 kuadriliun rupiah) dalam bentuk air yang terbuang.
Menanam makanan yang akhirnya akan terbuang secara percuma akan menghabiskan 21% air tawar, 19% pupuk, 18% lahan pertanian, dan 21% volume TPA, tulis Forbes.
Langkah dan usaha yang dilakukan Tiongkok patut ditiru oleh negara-negara lain. Karena masalah limbah makanan tidak hanya marak di Tiongkok, melainkan secara global. (lev)
Baca juga: