Kader Parpol Jadi Senator, Pengamat: Cederai Bikameral di Parlemen

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Sabtu, 27 Mei 2017
Kader Parpol Jadi Senator, Pengamat: Cederai Bikameral di Parlemen
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun. (MP/Ponco Sulaksono)

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menilai banyaknya kader partai politik (parpol) yang menjadi anggota DPD RI menciderai gagasan awal sistem bikameral di Parlemen.

"Kita makin jauh dari adanya ide untuk parlemen yang memang betul-betul mewakili, merepresentasikan seluruh rakyat Indonesia. Padahal, maksud awalnya adalah DPR dan DPD memang sengaja dibuat berbeda. DPR jalur partai politik, DPD jalur perseorangan," kata Refly usai diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (26/5).

Alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) ini mengatakan, sesungguhnya tidak ada yang salah dari parpol. Namun, menurut dia, tidak seluruh warga negara yang terjun dalam dunia politik ingin menjadi kader partai.

"Jadi, parpol tidak boleh meng-capture segala kekuasaan, apalagi segala lembaga perwakilan," tandasnya.

Menurut Refly, jika senator merupakan kader parpol, maka tidak ada perbedaan yang signifikan lagi antara DPD dengan DPR. Pasalnya, DPR adalah lembaga legislatif yang anggotanya berasal dari unsur parpol.

"Ya, dibubarkan saja kalau memang semuanya sama," tegasnya.

Sejak Ketua DPD, Oesman Sapta Odang (OSO), menjabat Ketua Umum DPP Hanura melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), Desember 2016, banyak senator yang menjadi kader partai besutan Menko Polhukam, Wiranto, itu.

Sekretaris Jenderal DPP Hanura, Sarifuddin Suding, menyebut, dari 132 anggota DPD, 70 orang telah mengantongi Kartu Tanda Anggota (KTA) dan 10 di antaranya masuk kepengurusan.

Di sisi lain, perubahan kedua UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) kini sedang digodok Badan Legislasi (Baleg). Di antara beberapa poin, salah satunya menyangkut perubahan tentang DPD, baik perwakilan tiap provinsi maupun syarat menjadi senator.

Misalnya, tiap provinsi diusulkan hanya memiliki dua perwakilan di DPD. Sejak awal hingga Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014, padahal jumlah senator dari tiap provinsi sebanyak empat orang.

Kemudian, diwacanakan pembentukan panitia seleksi (pansel) oleh gubernur yang dinilai sangat subjektif dan rentan terjadi politik transaksional. Padahal, aturan sebelumnya, setiap orang yang ingin menjadi calon legislatif (caleg) DPD harus menyerahkan dukungan masyarakat dan mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). (Pon)

Baca berita terkait DPD lainnya di: Kisruh DPD, GKR Hemas Curhat Ke Presiden

#DPD RI #DPR RI #Partai Politik
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.
Bagikan