MerahPutih.com - Mantan Kadiv Humas Polri Komjen (Purn) Setyo Wasisto kembali duduk sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus penghapusan red notice dengan terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo, Selasa (24/11).
Dia dihadirkan sebagai saksi lantaran pernah menjabat sebagai Sekretaris NCB Interpol pada periode 2013-2015.
Setyo pernah mengingatkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM maupun Kejaksaan Agung terkait kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia. Pada 2015, ada kabar orang tua Djoko Tjandra meninggal dunia.
Baca Juga:
Selama Pelarian, Djoko Tjandra Disebut Pernah Datangi Dua Negara Ini
"Kami menyurat berdasar referensi red notice," kata Setyo saat bersaksi untuk terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/11).
Di sana, Setyo menjelaskan bahwa Djoko Tjandra adalah buronan DPO Kejagung dan mencantumkan ada dua identitas Djoko.
"Karena kami mendapat ada adendum dari red notice, adanya identitas baru dari nomor paspor dari negara Papua Nugini," jelas dia.

Setyo mengaku tidak mendapat surat balasan dari Imigrasi saat itu.
Kendati demikian, saat itu ada tim yang berjaga di tempat prediksi Djoko Tjandra akan datang. Ada tim Interpol, Bareskrim, Jejagung, dan Imigrasi.
"Kami ingat betul mendapat laporan pelaksanaan tugas kegiatan tersebut, baik di rumah duka, pemakaman, maupun di Bandara Halim. Ternyata nihil tidak diketemukan," ujar Setyo.
Purnawirawan polisi jenderal bintang tiga ini tidak mengetahui apakah nama Djoko Tjandra masuk ke dalam sistem pencekalan Imigrasi atau tidak.
Sifat NCB Interpol hanya mengingatkan, adanya prediksi DPO akan masuk ke Indonesia.
"Tetapi harapan kami mengingatkan, karena ada potensi Djoko Tjandra masuk ke Indonesia. Karena orang tuanya meninggal," tandasnya.
Baca Juga:
KPK Kaji Kemungkinan Tersangka Lain di Perkara Djoko Tjandra
Selama menjabat sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Setyo memastikan status red notice Djoko Tjandra masih aktif.
Dia menjelaskan, status tersebut keluar atas permintaan Kejaksaan Agung pada 2009.
Setyo memaparkan, status red notice Djoko Tjandra masih aktif merujuk pada adendum baru pada 20 Februari 2014.
Pada adendum itu disebutkan, kasus yang merundung Djoko Tjandra merupakan kasus tindak pidana korupsi, bukan tindak pidana umum.
Dengan demikian, dia lantas membuat surat yang ditujukan pada negara-negara anggota Interpol yang diduga dikunjungi oleh Djoko Tjandra.
Pasalnya, negara-negara yang masuk dalam Interpol akan memberikan atensi kepada buronan yang terjerat tindak pidana korupsi. (Knu)
Baca Juga: