Jangankan PSBB, Kaum Hikikomori Mengisolasi Diri Sampai Tujuh Tahun

annehsannehs - Kamis, 17 September 2020
Jangankan PSBB, Kaum Hikikomori Mengisolasi Diri Sampai Tujuh Tahun
Hikikomori biasanya memutus hubungan dengan teman-temannya. (Foto Science Focus)

AKIBAT pemberlakuan PSBB lagi, kini kita harus tetap #DirumahAJaPartII. Tujuannya mencegah bertambahnya kasus COVID-19 yang semakin meningkat. Lagi-lagi, kita harus 'mengurung diri' di rumah dan menghindari berpergian kemana-mana jika tidak perlu. Kegiatan-kegiatan yang sangat penting seperti sekolah dan bekerja pun banyak yang dilakukan via online.

Ya, berbulan-bulan menghadapi pandemi COVID-19 yang melanda seluruh masyarakat dunia memang membuat kita penat dan sumpek di rumah aja. Makan di restoran dan berkumpul bersama teman-teman yang biasanya menjadi kegiatan pelepas penat kini harus kita urungkan demi menjaga kesehatan kita sendiri.

Meski sebagian besar dari kita merasa enggak betah di rumah aja, lain halnya dengan para Hikikomori. Dilansir dari BBC, Hikikomori merupakan istilah yang digunakan orang Jepang untuk menggambarkan orang yang masih muda tetapi memilih untuk menarik diri dari masyarakat. Mereka bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan, bahkan tahunan untuk mengurung diri di kamar.

BACA JUGA:

Tutorial Jadi Dokter Cinta di Tongkrongan Padahal Enggak Pernah Pacaran

Pada awal era 90-an, psikiater asal Jepang bernama Tamaki Saito mengaku tertegun melihat banyaknya orangtua yang meminta bantuan untuk membantu anak-anak mereka yang berhenti sekolah dan menyembunyikan diri di rumah. Bukan hanya sehari atau seminggu, anak-anak berusia mulai dari 15 tahun ini tidak mau keluar rumah untuk beberapa bulan, bahkan bertahun-tahun.

Dilansir dari BBC, biasanya para pemuda ini berasal dari keluarga menengah dan berjenis kelamin laki-laki.

Hikikomori juga bisa terjadi di usia dewasa. (Foto Your Japan)
Hikikomori juga bisa terjadi di usia dewasa. (Foto Your Japan)

Jika melihat kasus seperti ini, sebagian dari kita paling hanya menganggap fenomena ini sebagai kemalasan para remaja yang dimanja oleh orangtuanya. Meski begitu, Saito mengatakan bahwa para remaja ini merasakan ketakutan sosial yang amat mendalam.

Meski ciri-cirinya tidak selalu sama, survei yang dilakukan Saito menunjukkan bahwa para Hikikomori melepaskan semua komunikasi dengan teman-temannya, bahkan orangtuanya. Untuk menghindari orangtuanya, biasanya mereka tidur seharian dan bangun ketika malam hari untuk menonton TV.

BACA JUGA:

Mengapa Cowok Suka Ghosting? Ini 3 Cerita Mereka yang Pernah Melakukannya

Lantas, apa alasan yang membuat mereka menarik diri?

Pemicunya biasanya berkorelasi dengan nilai sekolah yang buruk, patah hati, atau kegagalan-kegagalan lainnya yang berarti bagi mereka. Tetapi, Saito mengatakan bahwa penarikan diri itu sendiri yang menjadi penyebab terciptanya trauma.

Semakin lama Hikikomori terpisah dari masyarakat, mereka juga akan semakin merasa sebagai orang yang gagal. Mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan diri sehingga kemungkinan untuk meninggalkan rumah semakin kecil.

Salah satu potret kamar hikikomori. (Foto BBC)
Salah satu potret kamar hikikomori. (Foto BBC)

Matsu, salah satu hikikomori telah menceritakan keadaan yang dialaminya kepada BBC. "Aku sangat sehat secara mental, tetapi orangtuaku memaksaku dengan cara yang tidak aku inginkan. Ayahku adalah seorang seniman dan dia memiliki bisnis sendiri, dan ia ingin aku melakukan hal yang sama," ungkap Matsu.

Padahal, yang ia inginkan adalah menjadi computer programmer di sebuah firma besar. Ayahnya melarang dan berkata bahwa menjadi seorang pekerja tidak akan memiliki masa depan.

Posisinya sebagai anak tertua membuat Matsu terbebani oleh harapan tinggi orangtua. Ia merasa sebagai orang yang gagal ketika melihat adik laki-lakinya menjadi apa yang ia inginkan, yaitu programmer. Akhirnya Matsun memutuskan untuk tinggal sendirian dan mengurung diri di rumah.

Jumlah Hikikomori pun terbilang sangat banyak di Jepang. Dilansir dari National Geographic, pemerintah Jepang menyatakan ada 540 ribu Hikikomori pada kisaran umur 15-39 tahun pada 2016. Meski begitu, jumlah sebenarnya mungkin bisa dua kali lipat karena banyak Hikikomori yang memilih untuk tetap bersembunyi.

Pada 2017, laman National Geographic membagikan kisah Shoku Uibori (43) yang telah menjadi Hikikomori selama tujuh tahun. Ia merupakan seorang pebisnis dan memiliki perusahaan sendiri, tetapi akhirnya bangkrut. Ia mengunci dirinya di kamar seharian untuk membaca dan keluar pada malam hari untuk membeli makanan.

Kamar Shoku Uibori. (Foto National Geographic/Maika Elan)
Kamar Shoku Uibori. (Foto National Geographic/Maika Elan)

Alasan terjadinya fenomena hikikomori ini pun tidak terbilang sederhana. Salah satu penyebabnya adalah semakin banyak keluarga yang hanya memiliki satu putra dan menaruh semua harapan dan impiannya kepada anak tersebut. National Geographic juga mengatakan alasan lain yaitu kurangnya sosok ayah yang selalu sibuk bekerja siang sampai malam.

Jika dilihat secara keseluruhan, pergeseran budaya di Jepang juga menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah hikikomori. Di Jepang, keseragaman sangat dihargai sehingga reputasi dan penampilan luar menjadi hal yang sangat penting. Bagi sebagian orang, pemberontakan hadir dalam bentuk kebisuan, seperti yang dilakukan Hikikomori. (SHN)

BACA JUGA:

Selamatkan Dirimu dari 'Abusive Relationship'

#Psikologi
Bagikan
Ditulis Oleh

annehs

Bagikan