Jalan Panjang Transportasi Massal Ubah Paradigma dan Kultur Bermobilitas

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Kamis, 22 September 2022
Jalan Panjang Transportasi Massal Ubah Paradigma dan Kultur Bermobilitas
Seminar ini digelar oleh Museum Sejarah Jakarta berkaitan dengan pameran Jejak Memori Moda Transportasi di Ibukota Jakarta : MRT Jakarta. (Foto: Merahputih.com/Hendaru Tri Hanggoro)

SEBUAH litografi (lukisan) abad ke-19 muncul di layar presentasi. Sekelompok orang duduk di dalam sebuah wagon atau gerbong. Ada lelaki Tionghoa berambut taucang dengan baju Tang Suit khas Tiongkok. Ada pula lelaki Eropa dengan jas dan topi bundar.

Di pojok kanan, seorang ibu dan anaknya yang berkulit cokelat. Agak jauh di sebelah kiri, lelaki bertampang Arab dengan sorban khasnya memegang buntelan. Itulah suasana trem kuda di Batavia pada abad ke-19.

"Ilustrasi dalam litografi karya Josias Cornelis Rappard di atas adalah wujud dari trem kuda yang beroperasi di Batavia. Dari ilustrasi tersebut bisa disimpulkan trem kuda menjadi transportasi yang diminati dengan penumpang yang memenuhi pada setiap armada trem kuda," kata Dimas Wahyu Indrajaya, penulis buku Trem di Jakarta 1869-1962, dalam seminar Maju Kena Mundur Kena (19/9/22).

Seminar ini digelar oleh Museum Sejarah Jakarta berkaitan dengan pameran Jejak Memori Moda Transportasi di Ibukota Jakarta : MRT Jakarta. Pameran berupaya menunjukkan gagasan dan praktek pembangunan transportasi massal berbasis rel yang pernah diwujudkan di dalam kota Jakarta.

Menurut Dimas, trem menjadi transportasi andalan warga Batavia. Trem di Batavia kali pertama ditarik oleh kuda pada 1869. Di mulut kuda itu terselip lempeng besi yang diikat tali kendali untuk kusir. Karena itu zaman ini sohor disebut zaman 'kuda gigit besi'.

Setelah trem kuda, warga Batavia memperoleh layanan trem uap pada 1883. Ini tak lepas dari pengembangan teknologi mesin uap yang telah ditemukan sejak abad ke-19. Mesin uap mendorong perubahan besar terhadap kehidupan manusia.

Di bidang transportasi, mesin uap digunakan untuk kapal laut dan kereta. Setelah itu, mesin uap dicangkokkan ke trem. Pada 1 Juli 1883, trem uap beroperasi untuk kali pertama di Batavia. Jalurnya menghubungkan antara pusat kota di sekitar Museum Sejarah Jakarta sekarang (kawasan Kota Tua) hingga ke Tanah Abang dan Jatinegara.

Baca juga:

Menilik Pameran 'Jejak Memori Moda Transportasi Jakarta: MRT Jakarta'

trem kuda batavia
Ilustrasi dalam litografi karya Josial Cornelis Rappard di atas adalah wujud dari trem kuda yang beroperasi di Batavia. (Foto: Perpustakaan Nasional)

Lalu pada 1899, trem listrik diperkenalkan di Batavia. Trem listrik memerlukan alat khusus berupa kabel listrik yang membentang di atas wagon dan pantograf, pengantar listrik berbentuk ketupat, yang diletakkan pada atap wagon.

Dari segi teknologi, trem listrik jauh lebih hemat dan canggih daripada trem uap. Kehadirannya menjadi simbol kemajuan sebuah kota. Jalurnya meliputi bekas jalur trem uap, ditambah ke wilayah Monas sekarang dan Pasar Senen.

Trem listrik dioperasikan oleh operator swasta pada masa kolonial. Paskakemerdekaan trem diambil-alih oleh pemerintah dan berada di bawah Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD).

Tiap tahun, trem mengangkut banyak penumpang. Namun anehnya, PPD justru merugi. "Karena sejumlah masalah, salah satunya karena banyaknya penumpang gelap," lanjut Dimas.

Trem listrik juga mulai dianggap penyakit atau biang kerok kemacetan Jakarta. Presiden Sukarno terang menganggap trem tak cocok lagi untuk kota modern seperti Jakarta. Dia menginginkan kereta bawah tanah. Tapi sebelum terwujud ke sana, Sukarno menghendaki trem dihapus.

Pada 1962, trem dihapus. Sebagai gantinya, bus-bus dari Eropa Timur didatangkan. Pemerintah tak lantas membangun kereta bawah tanah karena keterbatasan biaya.

Sejak trem dihapus, kemacetan di Jakarta ternyata tak pernah berkurang. Kota ini terus-terusan macet. Armada angkutan umum berbasis bus terus ditambah dan jaringannya diperluas. Bersamaan dengan itu pula, kendaraan bermotor pribadi tumbuh pesat.

Baca juga:

Arsip Notaris Ungkap Kehidupan Orang Biasa di Batavia

mrt jakarta
Semakin banyaknya pilihan moda transportasi membuat informasi sebagai salah satu kebutuhan utama dalam pengembangan transportasi terintegrasi di Jakarta. (Foto: Museum Sejarah Jakarta)

Selama pertumbuhan itu, paradigma perumus kebijakan dan warga selalu mengutamakan kepentingan pengendara bermotor. Transportasi massal dikesampingkan. Para penggunanya jadi kelas paria.

Situasi mulai berubah pada 2000-an. Beberapa kebijakan terhadap kendaraan bermotor pribadi mulai ditinjau ulang. Pembatasan kendaraan bermotor mulai diterapkan. Kebijakan untuk pengembangan transportasi massal juga dikembangkan. Antara lain perluasan Bus Rapid Transit (BRT) dan pembangunan MRT serta LRT.

"Semakin banyaknya pilihan moda transportasi membuat informasi sebagai salah satu kebutuhan utama dalam pengembangan transportasi terintegrasi di Jakarta," kata Andriansyah Yasin Sulaeman, pembicara lain seminar "Maju Kena Mundur Kena".

Karena itulah, sekelompok orang berinisiatif membentuk komunitas yang membahas isu transportasi massal di Jakarta. Salah satunya FDTJ-Tfj atau Forum Diskusi Transportasi Jakarta Transport for Jakarta yang berdiri pada 2014.

"Selain aktif berdikusi di jaringan media sosial, FDTJ-Tfj sebagai komunitas juga aktif melakukan advokasi dan memberikan solusi atas permasalahan transportasi publik di Jabodetabek dan kota lainnya," lanjut Andriansyah.

Melalui serangkaian aksinya, FDTJ-Tfj ingin mendorong budaya mobilitas aktif yang berkelanjutan di Jakarta. Selain itu juga, mereka mendorong integrasi dan promosi transportasi umum melalui sarana informasi.

Integrasi transportasi massal menjadi kebutuhan kota Jakarta untuk mendukung perubahan paradigma dan menciptakan kultur baru mobilitas aktif seperti kota-kota dunia lainnya.

Muhammad Husnil, editor buku Menuju Ratangga Kereta Kota Kita, melihat MRT jadi bagian penting untuk mengakselerasi Jakarta menjadi kota dunia. Dia juga menyebut peran penting Sutiyoso dan Fauzi Bowo, dua mantan Gubernur Jakarta, yang sering terlupakan dalam pembangunan MRT. Sutiyoso mendorong MRT jadi proyek nasional, sedangkan Fauzi Bowo ground breaking (peletakan batu pertama).

Husnil juga berpendapat transportasi publik haruslah terjangkau. Untuk menjaga tarif terjangkau, Jakarta butuh dua hal. "Pemerintah yang punya visi dan kedua, warga yang berdaya," ucap Husnil.

Setelah semua paparan sejarah panjang kebijakan dan praktek transportasi massal di Jakarta, pemerintah dan warga dapat bekerja sama untuk mewujudkan perubahan kultur mobilitas yang lebih baik. (dru)

Baca juga:

Mengatasi Rasa Takut dan Cemas saat Naik Moda Transportasi Umum

#MRT Jakarta #Transportasi Massal
Bagikan
Bagikan