Jalan Panjang Pulihkan Ekonomi Jika Pandemi COVID-19 Tidak Ditangani Serius
SUDAH satu tahun ini, dunia dilanda krisis kesehatan termasuk Indonesia, yang pada awal pandemi COVID-19 pemerintah terkesan menyepelekan dan akhirnya berdampak pada ekonomi masyarakat. Paling tidak, data terangar angka penduduk miskin akibat dampak pandemi COVID-19 meningkat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin per September 2020 mencapai 27,55 juta orang atau naik menjadi 10,19 persen dibandingkan September 2019 mencapai 24,79 juta orang pada posisi 9,22 persen.
Penduduk miskin perdesaan per September 2020 naik menjadi 13,2 persen dari 12,6 persen pada September 2019, sedangkan penduduk miskin perkotaan mengalami kenaikan menjadi 7,88 persen dibandingkan September 2019 yang hanya 6,56 persen.
Baca Juga:
Vietnam Lebih Baik `dari Indonesia Dalam Penanganan Ekonomi Akibat Pandemi
Bahkan selain angka kemiskinan yang naik, jurang ketimpangan antara yang kaya dan miskin kian dalam. Gini ratio di desa pada September 2020 mencapai 0,319 atau naik dibandingkan September 2019 mencapai 0,315. Sedangkan di kota, gini ratio mencapai 0,399 atau naik dibandingkan September 2019 mencapai 0,391.
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengingatkan, pemulihan ekonomi tergantung pada kinerja pemerintah dalam mengendalikan COVID-19 termasuk keberhasilan program vaksinasi, yang dapat menjadi salah satu faktor penentu.
"Kita punya kepentingan untuk pulih lebih cepat, agar mampu memanfaatkan aliran modal masuk ke pasar dalam negeri, memperkuat fundamental ekonomi, sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, sebelum badai kembali datang," ujar Said.
Said mengakui jika perekonomian nasional sudah melewati masa-masa genting dengan mulai membaiknya pertumbuhan ekonomi dari minus 5,32 di triwulan dua menjadi minus 3,24 di triwulan tiga dan dan triwulan IV sebesar minus 2,19 persen. Tetapi, keberhasilan vaksinasi menjadi sangat penting mendorong pemulihan.
"Dengan melihat perbaikan tersebut, saya optimis keberadaan vaksin akan semakin mempercepat pengendalian penyebaran COVID-19, sehingga akan semakin mempercepat akselerasi pemulihan ekonomi nasional," kata Said.
Ia mewanti-awnti agar program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tetap akan berlanjut pada tahun ini. Hal tersebut dinilai krusial guna membantu masyarakat yang terpapar dampak COVID-19 dan perlu terus ditingkatkan.
"Kami akan terus mengawal agar program PEN 2021, agar jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan tahun 2020. Serapan anggaran untuk program yang kurang efektif, perlu dievaluasi ulang untuk memperkuat program perlindungan sosial dan pemulihan sektor UMKM," ujar Said.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapim TNI-Polri 2021 menegaskan, pemerintah mampu menangani COVID-19 sekaligus dampaknya sehingga efek yang dialami Indonesia tidak sedalam negara-negara lain. Pemerintah menetapkan langkah dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian.
"Sehingga kontraksi ekonomi cukup moderat dan defisit APBN sebesar 6 persen, juga relatif lebih kecil dibanding negara lain yang di atas 10 persen," katanya.
Ia menegaskan, untuk menjaga pemulihan ekonomi, pemerintah mempunyai langkah melalui APBN maupun instrumen lain termasuk dari sisi moneter. Paling tidak, aggaran belanja APBN 2021 mencapai Rp2.750 triliun. Anggaran tersebut meliputi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Rp1.059 triliun, belanja non K/L Rp910 triliun dan transfer ke pemerintah daerah mencapai Rp780 triliun.
Dari ribuan triliun tersebut, palimng tidak dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun ini mencapai Rp688,33 triliun atau meningkat dari alokasi sebelumnya Rp627,9 triliun.
Program PEN merupakan survival dan recovery kit untuk melindungi masyarakat, menjaga kelangsungan usaha dan mendukung program prioritas dengan fokus untuk lima bidang yakni kesehatan, perlindungan sosial, program prioritas, insentif usaha, serta dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi.
"Ini menunjukkan adanya kenaikan yang cukup signifikan,” katanya.
Ekonom Indef Ariyo Irham dalam diskusi Jalan Terjal Penerimaan 2021 menegaskan, COVID-19 ini dari sisi rumah tangga membuat pendapatan turun, daya beli turun dan pengangguran serta kemiskinan naik.
Dalam rekomendasinya, Ariyp menegaskan, pemerintah harus fokus pada COVID-19 karena pada 2020 pemerintah belum serius dalam menangani pandemi dengan mengurangi dan pemulihan masyakarat yang terinfeksi.
"Dalam perpesktif ekonomi, mencegah lebih baik mengobati. Biaya program pencegahan jauh lebih murah dibandingkan mengobati masyarakat yang terjangkit, karena kapasitas fiskal terbatas. Akar masalahnya COVID-19, ekonomi itu dampak," katanya. (*)
Baca Juga:
Luhut Perintahkan Padat Karya Digelar Sampai Idul Fitri